Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formalin untuk Mengawetkan Mayat dan Sejarah Mengawetkan Mayat

Kompas.com - 15/06/2022, 06:29 WIB
Nadia Faradiba

Penulis

KOMPAS.comFormalin merupakan bahan kimia yang sering digunakan untuk mengawetkan mayat atau spesimen. Formalin ternyata memiliki banyak kegunaan

Formalin

Formalin adalah bentuk cair dari formaldehida. Formaldehida adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. 

Dalam bentuk gas, formaldehida banyak digunakan dalam industri material untuk bangunan dan peralatan rumah tangga. Contohnya adalah penggunaan formaldehida dalam particleboard, plywood, dan bahan perekat.

Dalam bentuk cairan, formalin digunakan untuk mengawetkan mayat dan spesimen yang digunakan di laboratorium untuk kepentingan studi. Selain itu formalin juga digunakan sebagai disinfektan industri.

Beberapa produk harian, seperti bahan pembersih, sabun, dan sampo, tidak langsung menggunakan formalin atau formaldehida, namun mungkin menggunakan bahan yang menghasilkan formaldehida.

Formalin untuk mengawetkan mayat

Dilansir dari NCBI, mengawetkan mayat telah menjadi hal yang penting sebagai langkah untuk mempelajari tubuh manusia dengan lebih baik. Mayat yang diawetkan disebut juga dengan cadaver. Cadaver diawetkan dengan menyuntikkan atau merendamnya dalam cairan formalin. Pengawetan tersebut bertujuan untuk menjaga mayat dari kerusakan dan dekomposisi. 

Dengan begitu, studi mengenai tubuh manusia bisa dilakukan dengan lebih menyeluruh.
Penggunaan formalin untuk mengawetkan mayat dan spesimen dimulai pada tahun 1869. Orang yang pertama mengajukan penggunaan formalin adalah seorang ahli kimia asal Jerman, yaitu August Wilhelm von Hofmann. Penggunaan formalin terbukti efektif.

Namun, hingga tahun 1898, para ahli dari sekolah kedokteran masih berdebat mengenai konsentrasi formalin yang efektif. Sebagian meyakini konsentrasi 3 persen cukup, tapi sebagian lainnya mengatakan bahwa konsentrasinya harus mencapai 10 persen.

Hingga saat ini, penggunaan formalin masih digunakan sebagai metode yang paling baik. Penggunaan ini terus dikembangkan dengan mencampur formalin dengan beberapa bahan tambahan lainnya untuk meminimalisir efek negatif dari formalin.

Contohnya yang dilakukan oleh Erskine pada tahun 1961. Beliau menambahkan gliserol, fenol, sodium arsenat, asam salisilat, dan 6-chlortymol. Campuran ini terbukti menambahkan efek fungisida atau anti jamur.

Baca juga: BPOM Temukan Pabrik Tahu di Bogor Gunakan Formalin, Ketahui Bahaya Formalin bagi Tubuh

Sejarah mengawetkan mayat

Mengawetkan mayat sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman dahulu kala. Mesir diyakini sebagai yang pertama melakukan pengawetan mayat pada tahun 3200 Sebelum Masehi. Hal ini didorong karena kompleksnya pemakaman pada awal tahun 5000 sampai 6000 Sebelum Masehi. Saat itu populasi manusia meningkat dan tubuh yang mati menumpuk dengan dekomposisi yang minim.

Mayat yang diawetkan dan banyak diketahui orang adalah mumi. Namun, mumi bukan diawetkan dengan formalin. Zaman dahulu, mayat diawetkan dengan proses desikasi, yaitu proses mengeringkan tubuh dengan menggunakan panas atau dingin.

Metode lain untuk membuat mumi adalah dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti resin. Salah satu temuan cadaver di Royal Cemetery of Ur yang berasal dari tahun 2500 Sebelum Masehi menunjukkan bahwa mayat diawetkan dengan panas dan merkuri.

Praktik mengawetkan mayat dilakukan bukan hanya di Mesir saja. Temuan mayat yang diawetkan dengan berbagai cara berbeda juga ditemukan di negara lain, seperti Persia, Etiopia, Spanyol, China, dan Yunani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com