Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Negara Deklarasikan Status Endemi, Epidemiolog: Virus Corona Akan Tetap Ada

Kompas.com - 07/04/2022, 11:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah negara di Eropa saat ini banyak yang menyatakan sudah bertransisi dari masa pandemi Covid-19 menuju endemi. Hal ini ditandai dengan mulai dilonggarkannya pembatasan, seperti tidak mewajibkan penggunaan masker saat berada di luar ruangan.

Dijelaskan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, deklarasi pengubahan status dari pandemi menjadi endemi tidak akan memengaruhi keberadaan virus. Artinya, virus corona masih akan tetap ada meski status pandemi telah dicabut.

"Kalau dulu awal (pandemi) narasinya adalah kekebalan komunal, sekarang adalah endemi. Status endemi yang menjadi dasar tujuan untuk melakukan pelonggaran, tapi sekali lagi virus tidak akan terpengaruh," ujar Dicky dalam webinar, Rabu (6/3/2022).

Baca juga: Apa Saja Indikator Pandemi Covid-19 Menjadi Endemi? Ini Kata IDI

Diakuinya, memasuki tahun ketiga pandemi mulai banyak orang yang sudah merasa jenuh, bahkan seperti yang diketahui sejumlah negara melakukan pelonggaran aturan Covid-19 untuk menuju masa endemi.

Menurut dia, yang penting saat ini adalah membentuk modal imunitas pada populasi terutama vaksinasi. Sebab tanpa cakupan vaksinasi Covid-19 yang memadai, apa pun varian virus corona dapat berdampak pada risiko kematian yang besar.

Kondisi inilah, kata Dicky, yang terjadi di Hong Kong, lantaran banyak lansia dengan penyakit penyerta tidak melakukan vaksinasi.

"Banyak lansia di Hong Kong enggak percaya vaksin (produksi) China, jadi akhirnya berdampak. Jadi mereka benar-benar enggak punya imunitas, dan ini fatal," imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Dicky juga menyinggung soal kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia.

Kendati tren kasus kematian akibat Covid-19 semakin membaik, angka kasus infeksi masih tinggi. Keterbatasan deteksi kasus kematian pun menjadi salah satu permasalahan di Indonesia.

"Kematian ini sangat terbatas (kemampuan) mendeteksinya, apalagi situasi di Indonesia di mana orang yang meninggal bisa tidak tahu penyebabnya," papar Dicky.

"Berbeda dengan negara maju, kalau ada yang meninggal akan diautopsi untuk memastikan kematiannya untuk jadi data," sambungnya.

Selain itu, Dicky juga mencatat meski saat ini kasus harian Covid-19 di Indonesia mulai melandai, test positivity rate masih di atas 5 persen. Sehingga, kasus infeksi yang ditemukan di dalam masyarakat lebih sedikit dibandingkan kasus sebenarnya.

"Klaim bahwa ini (situasi pandemi) membaik harus disikapi hati-hati, karena kita harus melihat daerah per daerah," ungkapnya.

Baca juga: Apa Perbedaan Pandemi, Endemi dan Epidemi?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com