Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NASA Akan Kirim 2 Misi Baru ke Luar Angkasa Setelah Badai Matahari Merusak Satelit

Kompas.com - 13/02/2022, 10:01 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber Space News

KOMPAS.com - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengumumkan akan mengirim dua misi baru menggunakan pesawat ruang angkasa, untuk mempelajari badai matahari dan sejumlah satelit kecil.

Hal ini dilakukan menyusul fenomena badai matahari yang menghantam Bumi beberapa waktu lalu, hingga menyebabkan 40 satelit Starlink SpaceX rusak.

Dilansir dari Space News, Kamis (10/2/2022) para peneliti NASA memilih proyek Multi-slit Solar Explorer (MUSE) dan HelioSwarm sebagai dua misi dari Heliophysics Medium-Class Explorer atau MIDEX.

Kedua misi tersebut berasal dari lima proposal yang diberikan NASA untuk kontrak studi pada Agustus 2020 lalu, guna menyempurnakan desain misi mereka.

Baca juga: Mengenal Badai Matahari yang Jatuhkan Satelit Internet Starlink Milik SpaceX

Baik MUSE maupun HelioSwarm bertujuan untuk meningkatkan pemahaman NASA mengenai dinamika matahari, hubungan antara matahari dan Bumi, serta lingkungan luar angkasa yang terus berubah.

Misi ini juga dapat membantu dalam memprakirakan cuaca luar angkasa misalnya semburan matahari yang menghasilkan badai di atmosfer Bumi.

MUSE, kata NASA, akan beroperasi di orbit Bumi kemudian mengamati matahari agar lebih mereka lebih memahami mekanisme yang memanaskan korona, yaitu atmosfer bagian atas matahari yang bersuhu di atas satu juta derajat Celcius.

“MUSE memiliki dua teleskop unik dan baru yang memungkinkan kami menangkap gambar dan mendiagnosis sifat-sifat gas di atmosfer matahari yang panas pada resolusi yang jauh lebih tinggi dan hingga 100 kali lebih cepat daripada sebelumnya,” jelas peneliti utama MUSE di Lockheed Martin Advanced Technology Center, Bart DePontieu.

Sedangkan misi HelioSwarm bertujuan untuk mendukung misi MUSE menangkap pengukuran fluktuasi medan magnet multiskala pertama di luar angkasa, maupun gerakan angin matahari yang dikenal sebagai turbulensi angin matahari.

“Turbulensi di ruang angkasa membantu menjaga alam semesta tetap panas, tetapi kita hanya mengetahui sedikit tentang sistemnya. Banyak ilmuwan luar angkasa telah menunggu puluhan tahun untuk misi ini,” kata peneliti utama HelioSwarm, Harlan Spence.

Baca juga: Setelah Badai Matahari Terjang Satelit Starlink, Ilmuwan Pantau Cuaca Luar Angkasa

Halaman:
Sumber Space News
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com