Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Baik, Populasi Jerapah Meningkat 20 Persen, Ini Kata Ilmuwan

Kompas.com - 22/01/2022, 10:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Para ilmuwan mengatakan bahwa populasi jerapah telah meningkat di seluruh Afrika. Kabar baik ini diungkapkan dalam sebuah studi yang menunjukkan jumlah jerapah 20 persen lebih banyak dari tahun 2015.

Peningkatan jumlah populasi hewan berleher panjang ini di Afrika, yakni berkat upaya konservasi dan data survei yang lebih akurat.

Berdasarkan analisis terbaru data survei dari seluruh benua Afrika, total populasi jerapah saat ini mencapai 117.000 ekor, sekitar 20 persen lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan pada tahun 2015.

Seperti dilansir dari National Geography, Kamis (13/1/2022), kenaikan jumlah jerapah Afrika ini adalah hasil dari pertumbuhan nyata di beberapa wilayah.

Selain itu, menurut Julian Fennessy, direktur eksekutif Yayasan Konservasi Jerapah yang berbasis di Namibia, data peningkatan populasi jerapah juga berasal dari data sensus yang lebih akurat.

"Sangat menyenangkan melihat angka-angka ini meningkat,” kata Fennessy, salah satu penulis penelitian baru.

Baca juga: Dikira Penyendiri, Jerapah Ternyata Punya Kehidupan Sosial yang Kompleks

 

Sebelum akhirnya studi menunjukkan populasi jerapah meningkat, hewan ini pernah dianggap sebagai spesies tunggal.

Akan tetapi bukti genetik baru-baru ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada empat spesies jerapah di dunia, tiga spesies di antaranya telah menunjukkan peningkatan populasi yang pesat.

Di antaranya spesies jerapah utara, jerapah reticulated dan jerapah Masai. Sedangkan populasi spesies jerapah selatan, jumlahnya masih relatif stabil.

Pengumpulan data populasi jerapah

Studi mengungkapkan bahwa jumlah populasi jerapah meningkat pesat hingga 20 persen dibandingkan tahun 2015 lalu.

Data populasi jerapah ini dikumpulkan selama beberapa tahun terakhir di 21 negara, oleh pemerintah, peneliti, organisasi nirlaba hingga para ilmuwan.

Fennessy dan enam rekan penulis kemudian menganalisis kumpulan informasi yang luas ini dan menerbitkan hasilnya pada Desember 2021 dalam volume penelitian peer-review Imperiled: The Encyclopedia of Conservation.

Kendati jumlahnya meningkat, namun populasi hewan jerapah saat ini masif relatif kecil, mengingat satu juta ekor jerapah pada beberapa ratus tahun lalu menghilang, yakni pada tahun 1700-an silam.

Baca juga: Dua Jerapah Kerdil Ditemukan Pertama Kali di Alam Liar

Ilustrasi jerapah.SHUTTERSTOCK Ilustrasi jerapah.

Jumlah populasi jerapah pun terus menurun selama beberapa dekade, yang oleh ilmuwan disebut sebagai 'kepunahan diam-diam'.

Jerapah terancam oleh degradasi dan fragmentasi habitat, perubahan iklim dan perburuan liar.

Upaya menemukan dan memahami semua data adalah upaya yang monumental, yang melibatkan banyak kolaborasi, penjangkauan, dan kerja sama.

"Kami sekarang dapat lebih percaya diri dalam bagaimana kami menyusun teka-teki yang rumit dan dinamis ini,” ungkap rekan penulis Michael Brown, ahli ekologi di Giraffe Conservation Foundation dan Smithsonian Conservation Biology Institute di Virginia.

Secara historis, para peneliti sering mensurvei populasi jerapah liar dari pesawat terbang.

Akan tetapi jumlah ini bisa diremehkan di daerah-daerah tertentu di mana herbivora berkaki panjang dapat tetap bersembunyi di bawah pohon dan tumbuh-tumbuhan.

Oleh karenanya, salah satu pendekatan baru yang lebih kuat yakni melibatkan survei fotografi intensif, di mana program komputer memindai gambar dan mengenali individu berdasarkan pola titik unik mereka.

Baca juga: Fakta Jerapah, Tak Bisa Tidur Nyenyak dan Punya Tekanan Darah Tinggi

 

Spesies jerapah paling terancam

Lebih lanjut para peneliti mengatakan bahwa spesies jerapah utara adalah yang paling terancam.

Jerapah ini hidup di dalam populasi terisolasi di Afrika Tengah dan Barat, serta di Uganda dan sebagian Kenya.

Studi baru memperkirakan ada lebih dari 5.900 spesies jerapah utara saat ini, yang peningkatannya signifikan dari tahun 2015 yang kala itu sekitar 4.780 ekor.

Berbagai upaya dilakukan untuk memindahkan, atau mentranslokasi hewan jerapah ini ke daerah baru.

Misalnya dilokasikan ke ke dalam cagar alam di Niger, Chad, dan Uganda—telah meningkatkan jumlah spesies, kata Fennessy.

"Misalnya, 15 jerapah dipindahkan ke Taman Nasional Danau Mburo Uganda pada tahun 2015. Populasinya telah berkembang menjadi 37 ekor," kata Fennessy.

Jenis jerapah dengan populasi yang cukup padat yakni spesies jerapah reticulatedm yang berhabitat di Kenya utara.

Baca juga: Spesies Terakhir di Dunia, Jerapah Putih Ini Dilengkapi GPS

Jerapah berwarna gelap lebih dominan dibanding yang terang. Jerapah berwarna gelap lebih dominan dibanding yang terang.

Peneliti memperkirakan hanya ada sedikit dari 16.000 hewan ini, hampir dua kali lipat dari perkiraan jumlah pada tahun 2015.

Namun peningkatan ini, menurut Brown, kemungkinan besar disebabkan oleh data yang lebih baik, dan bukan karena pertumbuhan besar-besaran.

Sementara itu, jerapah Masai, kebanyakan ditemukan di Tanzania dan Kenya selatan, diperkirakan memiliki populasi 45.000 ekor, meningkat 44 persen dari tujuh tahun lalu.

Sedangkan, spesies terpadat adalah jerapah selatan, yang berkeliaran di seluruh Namibia, Botswana, Afrika Selatan, dan sekitarnya.

Sekarang diperkirakan ada 48.000 jerapah selatan yang ada saat ini, kira-kira populasinya sama dengan tahun 2015.

Kendati demikian, masih ada beberapa daerah yang tidak memiliki data yang baik, seperti Sudan Selatan.

Baca juga: Jerapah Putih Langka Dibunuh Pemburu, Sisa Satu Ekor di Dunia

 

Perkiraan populasi jerapah di Ethiopia dan Somalia juga tidak jelas, bahkan ada juga tempat-tempat yang jumlah jerapahnya menurun, seperti jerapah utara di Republik Afrika Tengah atau jerapah selatan di Zimbabwe.

IUCN menganggap dua subspesies jerapah utara terancam punah, dan dua lainnya, jerapah Masai dan jerapah reticulated, masuk dalam daftar terancam punah.

Perburuan liar untuk daging, kulit, tulang, dan ekornya masih menjadi masalah besar di beberapa daerah.

Kendati demikian, menurut Jared Stabach, peneliti di Smithsonian Conservation Biology Institute, mengatakan perhatian utamanya adalah pembangunan yang tidak berkelanjutan, termasuk pengeboran minyak bumi dan konstruksi jalan.

Meski begitu, Brown mengatakan bahwa di tempat-tempat di mana pemerintah, warga, peneliti, dan konservasionis berkumpul untuk melindungi hewan tertinggi di dunia, ada harapan populasi dapat berkembang.

Baca juga: Serba-serbi Hewan: Warna Jerapah Tak Mencerminkan Usia, tapi Dominasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com