Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Ikutan Jual Foto NFT seperti Gozali, Psikolog: Ini Efek Pandemi Covid-19

Kompas.com - 19/01/2022, 20:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setelah keberuntungan Ghozali Everyday viral dan diberitakan di media massa, banyak masyarakat yang beranggapan NFT bisa dijadikan ladang bisnis. Mereka ikut mengunggah berbagai macam foto di situs OpenSea, berharap bisa mendapatkan keuntungan yang sama.  

Sebagai contoh, ada pihak yang menjual foto Kartu Tanda Penduduk (KTP) di OpenSea. Bahkan, foto KTP yang dijual adalah sisi yang menunjukkan identitas pemiliknya yang seharusnya bersifat rahasia. 

Tak hanya foto selfie dan KTP, laman OpenSea kini layaknya marketplace. Beberapa orang juga meramaikannya dengan mengunggah beberapa produk yang bisa dijual seolah platform OpenSea adalah toko online.  

Baca juga: Ghozali Minta NFT Selfie Dirinya Tidak Disalahgunakan, Apakah Privasinya Berpotensi Terancam?

Dilihat pada Minggu (16/1/2022), ada warga yang mengunggah foto berupa baju muslim hingga berbagai macam kuliner seperti bakso, mie ayam, hingga kue lapis. Bahkan, foto tubuh tanpa busana.

Sebagai informasi, dikutip dari Forbes, NFT adalah aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti seni, musik, item dalam game, dan video.

Mereka dibeli dan dijual secara online, seringkali dengan cryptocurrency, dan mereka umumnya dikodekan dengan perangkat lunak dasar yang sama dengan banyak cryptos.

Siapapun dapat melihat gambar satu per satu- atau bahkan seluruh kolase gambar secara online secara gratis.

Lalu, mengapa orang ramai-ramai dan latah mengikuti tren jual foto NFT seperti jejak Ghozali Everyday?

Psikolog Sosial asal Solo, Hening Widyastuti mengatakan, pembahasan mengenai NFT Ghozali Everyday yang viral dan menimbulkan kehebohan di masyarakat tanah air hingga sibuk mengikuti jejaknya mencoba  meraih keuntungan yang besar, tidak luput dari efek peristiwa pandemi Covid-19.

Seperti yang kita ketahui, sejak pandemi Covid-19 melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia pada tahun 2020 lalu, semua aspek kehidupan kita berubah.

Selain perubahan habitat perilaku pada individu dan masyarakat dalam proses 2 tahun menjelang 3 tahun ini, sosial ekonomi kemasyarakatan mengalami perubahan cepat, termasuk memasuki era digital seperti saat ini.

Salah satu yang berubah yakni ekonomi digital, di mana alat prmbayaran bukan hanya fisik uang kertas, tapi bisa diganti dalam bentuk lain, seperti bitcoin dan NFT. Seperti yang telah diketahui,  saat ini NFT menjadi barang berharga dalam bentuk aset digital untuk menjadi alat tukar selain uang kertas.

Menurut Hening, Ghozali salah satu anak muda yang berpikir cepat dan kreatif untuk memulai habit (kebiasaan) baru untuk mendapatkan tambahan financial, dengan menggunakan pertukaran digital bukan lagi konvensional.

"Fenomena Ghozali memengaruhi psikologis masyarakat yang saat ini berkaitan dengan kreativitas inovatif menambah pundi-pundi keuangan dengan cara cepat melalui NFT," kata Hening kepada Kompas.com, Selasa (17/1/2022).

"Di sini terjadi perubahan cepat perilaku pada masyarakat berkaitan dengan cuan, siapa cepat kreatif, dia dapat. Tidak melihat dia punya link bisnis atau tidak, seperti pada proses bisnis konvensional," tambahnya.

Baca juga: Viral NFT Foto Selfie Ghozali Terjual Miliaran Rupiah, Mengapa Orang Tertarik Membeli?

Ilustrasi NFT di OpenSeaYoutube.com/OpenSea Ilustrasi NFT di OpenSea

Seperti diketahui, mencari keuntungan atau financial pada proses bisnis konvensional membutuhkan akses link atau jaringan sebagai penentu kelancaran proses bisnis seseorang.

Sehingga, hanya individu-individu tertentu yang kuat jaringan bisnisnya, yang bisa meraup untung atau cuan lebih besar.

Sementara, kata dia, fenomena Ghozali yang merupakan orang biasa dengan hidup sederhana tidak memiliki link atau jaringan bisnis kuat, dengan perubahan pola kreativitas dalam berbisnis memiliki kesempatan besar untuk meraup untung.

Baca juga: Viral Artis Rawat Spirit Doll, Ini Sejarah Kepercayaan Boneka Arwah Menurut Pakar Budaya

Hal inilah yang menjadika banyak orang ingin mengikuti jejak dari Ghozali Everyday, dengan harapan bisa meraup keuntungan dengan cara cepat dan tidak memerlukan jaringan bisnis yang kuat lainnya.

Hening juga menambahkan, bahwa tren latah atau ikut-ikutan menjual foto di NFT seperti Ghozali ini bukanlah suatu hal yang buruk, kecuali memang foto yang dijual merupakan privasi yang justru bisa mengancam keselamatan diri sendiri jika disalah gunakan.

Namun, Hening mengatakan, umumnya tren asal ikut-ikutan ini merupakan hasil dari keputusan akibat daya pikir yang terbatas.

Mereka yang ikut-ikutan tanpa memikirkan ancaman atau potensi risiko bahaya dengan menjual foto KTP dan foto tubuh tanpa busana di NFT, cenderung tidak berpikir jauh.

"Ini biasanya berkaitan dengan tingkat pendidikan, lingkungan sosial terdekat, keluarga, teman, dan pergaulan untuk internal psikologisnya," jelas Hening.

"Saat daya pikiranya terbatas, ini berpengaruh untuk internal psikologis, daya pertimbangan dan nalar kurang, termasuk kontrol," imbuhnya.

Ia menyarankan, meskipun tren yang diikuti merupakan cara kreatif untuk mencari keuntungan, sebaiknya masyarakat mempertimbangkan dan mempelajari terlebih dahulu terkait tren tersebut.

Sebab, akan ada konsekuensi jangka panjang yang bisa dialami jika tidak berhati-hati. Keinginan atau harapan untuk mendapatkan keuntungan justru tanpa ilmu atau pengetahuan yang memadai, justru bisa menjadi celah untuk merugikan diri sendiri.

Baca juga: Tren Pamer Harta Review Saldo ATM di Medsos, Kenapa Banyak Penontonnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com