Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Omicron Diprediksi Puncaknya Februari hingga Maret 2022, Apa yang Perlu Dilakukan?

Kompas.com - 17/01/2022, 16:01 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Pemerintah memprediksi puncak gelombang Omicron di Indonesia akan terjadi pada Februari hingga awal Maret 2022 mendatang. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam konferensi pers Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara virtual di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Luhut mengatakan, saat ini negara seperti Inggris dan Afrika Selatan telah melewati puncak gelombang Omicron.

Akan tetapi, beberapa negara di Asia seperti di India, Thailand dan Filipina masih mengalami peningkatan kasus Covid-19 yang cukup tinggi.

“Beberapa yang kami amati, berangkat seperti kasus Covid di Afsel, puncak gelombang Omicron ini berada di pertengahan Februari hingga awal Maret ini,” kata Luhut, Minggu, (16/1/2022).

Walaupun varian Omicron memiliki gejala yang lebih ringan dan risiko perawatan rumah sakit yang rendah, tetapi jumlah kasus Omicron yang terjadi cenderung meningkat dibandingkan varian Delta. Menurut Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, ini adalah kondisi yang terjadi di Inggris.

Hal senada terkait kasus Omicron di Indonesia juga pernah dikatakan Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lalu.

Baca juga: Omicron di Indonesia Tembus 748 Kasus, Kemenkes Ingatkan Masyarakat Disiplin Protokol Kesehatan

 

Dicky memprediksi gelombang Omicron di Indonesia akan terjadi di akhir Februari atau Maret 2022 dan akan ada banyak kasus infeksi yang dirawat di rumah sakit.

"Walaupun ini potensinya moderat atau belum terlihat akan sebesar varian Delta,” papar Dicky, Senin (10/1/2022).

Antisipasi gelombang Omicron di Indonesia

Terkait dengan ancaman puncak kasus Omicron di Indonesia, Dicky mengungkapkan bahwa di semua negara dengan kemampuan 3T yang jauh lebih baik dari Indonesia seperti Australia, Eropa, maupun Amerika Serikat, varian Omicron menyebar tanpa terkendali.

Artinya, memperbaiki sistem 3T atau testing, tracing dan treatment bagi Indonesia saat ini penting dilakukan.

"Ketika kita gagal mendeteksi (kasus positif Covid-19), kita menyimpan bom waktu masalah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (17/1/2022).

Terkait potensi gelombang Omicron, dikatakan Dicky, efek jangka pendek yang dapat dirasakan akibat dari 3T yang tidak diterapkan dengan baik adalah kenaikan kasus akan tetap terjadi.

Baca juga: Puncak Kasus Infeksi Omicron di Indonesia Diprediksi pada Februari-Maret

Pasien COVID-19 berada di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pemerintah menerapkan situasi tanggap darurat untuk mencegah penyebaran COVID-19 varian Omicron salah satunya dengan menggencarkan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mendeteksi Omicron. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso Pasien COVID-19 berada di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pemerintah menerapkan situasi tanggap darurat untuk mencegah penyebaran COVID-19 varian Omicron salah satunya dengan menggencarkan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mendeteksi Omicron. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.

Meskipun 90 persen pasien Omicron tidak bergejala lantaran sudah memiliki imunitas dari vaksin atau infeksi sebelumnya.

"Tapi proses infeksi yang terjadi dalam tubuhnya tidak berbanding lurus dengan gejala. Artinya, dampak ini bisa jangka pendek di mana dia tetap terdampak secara kesehatan di dalam tubuhnya atau setidaknya berpotensi besar menularkan pada orang di sekitarnya," terang Dicky.

"Hal ini tentu dinilai dapat menyebar kepada mereka yang berisiko tinggi," sambung dia.

Kelompok rentan terhadap Omicron

Lebih lanjut, Dicky menyatakan beberapa kelompok seperti lansia, orang dengan komorbid, atau mereka yang imunitasnya lemah berpotensi membebani fasilitas pelayanan kesehatan, harus di rumah sakit, hingga meninggal.

Di samping itu, peningkatan kasus Omicron di Indonesia yang harus diwaspadai adalah banyak kelompok masyarakat di Indonesia yang masuk kategori berisiko dan belum divaksinasi Covid-19 seperti anak-anak, bayi, maupun ibu hamil.

"Ini yang terlihat di banyak negara. Kasus Omicron dampaknya lebih berat terlihat pada anak dibandingkan Delta karena mayoritas belum divaksinasi. Bahkan di Australia kematian pada anak lebih signifikan terjadi setelah kemunculan varian Omicron," kata Dicky.

Kemudian, Dicky juga memaparkan bahwa sistem pelayanan kesehatan berpotensi kewalahan apabila kasus Omicron semakin melonjak. Dampak varian Omicron juga dinilai lebih besar pada aspek kesehatan masyarakat, dan sektor lainnya termasuk perekonomian.

Baca juga: Kasus Omicron di Indonesia Mayoritas Berasal dari Turki, Apa Penyebabnya?

Di sisi lain, varian virus baru ini juga menyebabkan dampak jangka menengah, yang pada akhirnya akan menjadikan virus menginfeksi dengan bebas tanpa terkendali.

"Ini membuat virus bereplikasi dan bermutasi yang dari sekian miliar mutasi akan ada satu atau dua yang akhirnya melahirkan varian baru yang lebih merugikan. Itu yang terjadi dari semua Variant of Concern, bisa lahir di mana saja yang mengabaikan sistem deteksi ini," lanjutnya.

Sementara itu, efek jangka panjang dari minimnya deteksi adalah melahirkan tsunami Long Covid. Kondisi ini diketahui dapat mengganggu fungsi atau kerusakan pada organ vital penderitanya.

"Itulah sebabnya kenapa 3T itu tidak bisa diremehkan, tidak bisa diabaikan karena bukan masalah kita performanya baik dari angka saja. Yang harus dipastikan adalah kita temukan kasus sehingga kita selesaikan masalah pandemi ini dengan tidak melahirkan masalah baru di kemudian hari," ungkap Dicky.

Selain itu, dia mengingatkan program vaksinasi Covid-19 dan booster yang saat ini masih terus berjalan dapat membantu pemerintah untuk menekan lonjakan kasus Covid-19 akibat Omicron.

Mengantisipasi puncak gelombang Omicron di Indonesia, Dicky mengimbau agar masyarakat disiplin protokol kesehatan dengan 5M yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjauhi kerumunan, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas untuk mencegah paparan Covid-19.

Baca juga: Omicron di Indonesia Capai 254 Kasus, Ini Gejala yang Paling Banyak Dikeluhkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com