Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Listrik 10 Juta Pelanggan Terancam Padam akibat Defisit Batu Bara, Mungkinkah Dialihkan ke Energi Terbarukan?

Kompas.com - 03/01/2022, 19:45 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor batu bara mulai tanggal 1 hingga 31 Januari 2022 mendatang.

Diberitakan Kompas.com, pelarangan ekspor batu bara berlaku bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.

Upaya ini dilakukan untuk menjamin terpenuhinya pasokan batu bara sebagai pembangkit listrik di dalam negeri.

Pasalnya, kurangnya pasokan batu bara akan berdampak pada 10 juta pelanggan PT PLN (Persero) mulai dari masyarakat umum hingga pelaku industri di wilayah Jawa, Madura, Bali, dan di luar wilayah tersebut.

Baca juga: Kesepakatan di COP26, Pemakaian Batu Bara Bakal Dihentikan

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin mengatakan, jika larangan ekspor batu bara tidak dilakukan, maka hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam.

“Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujar Ridwan dalam keterangan resminya, Sabtu (1/1/2022).

Menanggapi hal ini, Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya menyampaikan defisit batu bara untuk listrik saat ini menunjukkan, Indonesia mungkin tidak akan memiliki ketahanan energi selama listrik masih bergantung pada PLTU batu bara. Terlebih, di tengah peningkatan produksi batu bara.

Menurut dia, ketika harga batu bara tinggi di pasar international, maka potensi kenaikan tarif listrik dan dan pasokan sumber energi akan selalu terjadi. Bahkan, di saat Indonesia masih menjadi salah satu produsen dan eksportir batu bara terbesar di dunia.

"Ke depan saat batu bara kita sudah habis, kita harus membeli mahal dengan harga internasional dalam situasi harga sedang tinggi, dan terus akan ada fluktuasi harga yang menentukan biaya pokok listrik," ungkap Tata saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/1/2022).

Lebih lanjut, dia berkata ketergantungan terhadap batu bara tidak hanya merusak lingkungan dan mengakibatkan krisis iklim, tetapi menganggu ketahanan energi Indonesia.

Potensi peralihan sumber energi batu bara ke energi terbarukan

Sementara itu, Tata menyebut jika sekarang lah waktu yang tepat untuk mengganti bahan bakar fosil dari batu bara sebagai energi, menjadi energi bersih dan terbarukan.

Energi matahari dapat menjadi peralihan sumber energi yang melimpah. Kementerian ESDM pun menyebut matahari memiliki energi hingga 200 giga watt.

"Energi matahari biaya pembangkitannya sudah turun sebesar 90 persen, dan akan terus turun dalam beberapa tahun ke depan. Mataharinya gratis, tidak seperti batu bara yang harganya fluktuatif," imbuhnya.

Baca juga: Greenpeace Soroti Rencana PLN Membangun Pembangkit Listrik Batu Bara

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com