Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/12/2021, 16:00 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan, selama 2021 kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 2 kali lipat dibandingkan 2020.

Kasus bunuh diri dan kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswi berinisial NWR (23) menambah rentetan panjang kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) dan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. 

"Ini sudah dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020. Lonjakan pengaduan kasus telah kami amati sejak tahun 2020," jelasnya.

Baca juga: Komnas Perempuan Sebut NWR Sudah jadi Korban Kekerasan 2 Tahun

Sementara itu, masih berdasarkan laporan Komnas Perempuan, catatan KDP adalah jenis kasus kekerasan di ruang privat atau personal yang ketiga terbanyak di laporkan.

Pada kurun tahun 2015-2020, tercatat 11.975 kasus dilaporkan oleh berbagai pengadaan layanan di hampir 34 provinsi, atau sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat.

Dalam kurun waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.

"Kasus ini seringkali berakhir dengan kebuntuan di proses hukum," kata Ami dalam konferensi pers Komnas Perempuan, Senin (6/12/2021).

Latar belakang relasi pacaran kerap menyebabkan peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban dianggap sebagai peristiwa suka sama suka. 

Sedangkan, dalam konteks pemaksaan aborsi, justru korban yang kerap kali dikriminalkan sementara pihak laki-laki lepas dari jeratan hukum.

Baca juga: Kasus Bunuh Diri Mahasiswi NWR, Ahli Tegaskan Pemaksaan Aborsi Termasuk Kekerasan Seksual

Tantangan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan

Ia menambahkan, dengan sumber daya yang sangat terbatas, Komnas Perempuan berpacu untuk membenahi sistem untuk penyikapan pengaduan, mulai dari verifikasi kasus, pencarian lembaga rujukan dan pemberian rekomendasi. 

Namun, lonjakan kasusnya sendiri mengakibatkan antrian kasus yang panjang, sehingga keterlambatan penyikapan merupakan kekhawatiran yang terus dipikul oleh Komnas Perempuan.

"Kekhawatiran kami semakin menjadi sejak kwartal kedua 2021," kata dia.

Dikarenakan tidak mendampingi kasus secara langsung, upaya membantu korban dilakukan Komnas Perempuan dengan melalui sistem rujukan dan kerjasama dengan berbagai mitara lembaga layanan.

Namun, pada tengah tahun 2021 semakin banyak lembaga layanan yang menyatakan diri kewalahan menerima rujukan, sementara kasus-kasus pengaduan langsung membanjiri mereka, yang juga bekerja dengan sumber dana yang terbatas.

Baca juga: Komnas Perempuan: Kasus Mahasiswi NWR jadi Alarm Darurat Kekerasan Seksual di Indonesia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com