Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pasien Kanker Terlambat Dideteksi, Penyebabnya Skrining Rendah

Kompas.com - 05/11/2021, 08:00 WIB
Zintan Prihatini,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyakit kanker adalah salah satu penyakit yang masih menjadi momok bagi masyarakat. Akibatnya, banyak orang takut memeriksakan diri atau melakukan deteksi dini kanker.

Dalam virtual media briefing bertema Orkestrasi Penanganan Kanker di Indonesia, Kamis (4/11/2021); Ketua YKI Jawa Tengah dr Eko Adhi Pangarsa, Sp.PD-KHOM, mengungkap, data Global Cancer Observatory (Globocan) pada 2020 menunjukkan, dari total populasi di Indonesia yaitu 270 juta penduduk, terdapat 300.000 kasus pasien kanker baru.

Tidak hanya itu, jumlah kematian akibat kanker pada 2020 juga tercatat mencapai lebih dari 200.000 kasus.

Artinya, kasus baru dan kasus kematian akibat kanker memiliki selisih yang tidak terlalu banyak.

"Secara umum, 50 sampai 60 persen dari kematian kanker di negara dengan low to middle income diperkirakan prematur, artinya masih bisa kita perbaiki," jelasnya. 

Baca juga: 3 Alasan Pasien Kanker Paru Tak Boleh Menunda Pengobatan di Masa Pandemi

Skrining dan deteksi dini yang rendah

Berdasarkan data SSBI tahun 2014 sampai 2021, angka skrining kanker serviks tergolong rendah yakni 1,7 juta peserta. Begitu pun pada skrining kanker payudara yang hanya mencapai 1,4 juta peserta.

Padahal jika skrining rendah, maka akan banyak ditemukan kasus kanker stadium lanjut.

"Kalau kanker payudara kita ketemu stadium dini, maka harapan hidupnya akan lebih baik dibandingkan kalo kita ketemu (kanker) stadium lanjut," ucap Eko. 

Ia menyebut, manfaat dari deteksi dini kanker meliputi mengurangi insidensi kasus kanker, mengurangi risiko kanker stadium lanjut, dan mengurangi angka kematian pada pasien.

Dokter Eko mengatakan, berdasarkan data WHO, insidensi kanker diprediksi akan meningkat sebanyak 21 persen pada tahun 2020 dan 2040. Mortalitas kanker juga diprediksi meningkat 32 persen. Proporsi penyumbang kasus kanker terbanyak ini dinilai akan terjadi di negara berkembang.

Baca juga: YKI: Pelayanan Pasien Kanker Harus Aman, Ada 4 PR yang Harus Ditangani

"Kalo kita masih masuk negara berkembang (peningkatan kanker terjadi) karena akses terhadap skrining atau deteksi dini terbatas, kemudian akses ke fasilitas kesehatan atau pengobatan baru juga masih sangat terbatas," ujarnya.

"Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu kontribusi bahwa negara-negara berkembang nanti akan memberikan proporsi yang cukup tinggi di dalam angka kejadian kanker," imbuhnya lagi.

Ketua Bidang Organisasi YKI Jawa Tengah dr Awal Prasetyo, M.Kes, Sp.THT-KL, MARS, mengatakan, tantangan besar dalam penanggulangan kanker di Indonesia saat ini adalah semakin meningkatnya jumlah penderita kanker di Indonesia, serta tingginya kasus kanker stadium lanjut saat pertama kali terdiagnosis.

"Rendahnya upaya skrining dan deteksi dini pada pasien kanker menyebabkan tingginya angka mortalitas," ujarnya.

Menurut dia, ada beberapa jenis kanker yang dapat dicegah, namun beberapa kanker lainnya sulit untuk dideteksi. Salah satuya adalah kanker paru-paru.

Baca juga: SBY Idap Kanker Prostat, Ketahui Penyebab Kanker yang Banyak Menyerang Pria

“Contohnya kanker paru-paru, salah satu cara deteksi kanker paru adalah tidak cukup dengan foto tetapi harus dengan lotus CT-scan, dan ini tidak ditanggung biayanya oleh pemerintah melalui BPJS. Nah inilah mengapa akses deteksi dini ini harus dibuka seluas-luasnya supaya tidak bertemu pasien di stadium lanjut,” kata dr. Awal.

Dia menambahkan, jika setelah diperiksa ternyata sudah di stadium lanjut, maka biaya pengobatan pun akan semakin mahal serta mengurangi kualitas hidup. Maka dari itu, ia menegaskan pentingnya deteksi dini kanker.

Akses pelayanan kesehatan di Indonesia

Salah satu faktor yang perlu digarisbawahi, menurut Eko, adalah akses pelayanan kesehatan di Indonesia yang masih tertinggal.

“Beberapa permasalahan yang ada saat ini, antara lain akses pelayanan kesehatan di Indonesia masih tertinggal di Asia salah satunya dengan jumlah 1.18 tempat tidur per 1.000 penduduk dibandingkan negara lain sebanyak 3.3 tempat tidur per 1.000 penduduk," kata Eko.

Dari data yang ada, terjadi pengeluaran dana sebesar 11,5 miliar USD ke luar negeri untuk pengobatan, dan penyakit kanker merupakan alasan kedua bagi Warga Negara Indonesia (WNI) menjalani pengobatan ke luar negeri.

Di samping itu, 70 persen kasus kanker didapati pada stadium lanjut serta sampai saat ini pelayanan kanker belum memiliki standar kualitas serta kuantitas SDM atau fasilitas kesehatan pemberi layanan yang belum merata.

Baca juga: Revisi JKN Perlu Tingkatkan Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi Pasien Kanker

Ia menilai, peran serta pemerintah daerah juga diperlukan dalam membuat kebijakan dan strategi pengendalian kanker, berupa tindakan pencegahan, penanggulangan penyakit kanker melalui peningkatan upaya skrining dan deteksi dini, serta penguatan fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan kanker.

"Penguatan JKN dalam upaya deteksi dini juga sangat diperlukan, sehingga rakyat semakin mudah melakukan screening kanker, apalagi kalau kemudian sistim deteksi dini ini dikaitkan dengan pembiayaan terapi. Dalam jangka panjang diharapkan kanker stadium lanjut akan menurun kejadiannya di Indonesia," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com