Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Twit Menteri Siti Soal Deforestasi, Greenpeace: Mengecewakan, Seharusnya KLHK Jadi Rem

Kompas.com - 04/11/2021, 12:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Sehari setelah pertemuan Conference of Parties ke-26 (COP26) yang membahas isu perubahan iklim, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar justru membuat pernyataan yang berseberangan dan membuat aktivis lingkungan kecewa.

Padahal, dalam The Glasgow Leaders’ Declaration on Forest and Land Use (Deklarasi Pemimpin Glasgow atas Hutan dan Pemanfaatan Lahan) di COP26, Presiden Jokowi ikut menandatangani komitmen mengakhiri deforestasi dan degradasi lahan 2030.

Dalam akun Twitter dan Facebook-nya, Siti mengatakan bahwa FoLU net carbon sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestation.

Dia berkata, menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation atau deforestasi sama dengan melawan mandat UUD 1945.

Baca juga: Pidato Jokowi di COP26, Realisasinya Butuh Kebijakan Pembangunan yang Konsisten

"Oleh karena itu, pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi. Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi," tulis Siti Nurbaya seperti dikutip Kompas.com dari laman Facebook-nya, Rabu (3/11/2021).

Tanggapan Greenpeace Indonesia

Berkaitan dengan pernyataan Siti Nurbaya tersebut, Iqbal Damanik selaku juru kampanye hutan dari Greenpeace Indonesia mengaku kecewa.

"Sangat disayangkan Indonesia memiliki Menteri Lingkungan Hidup yang pro terhadap pembangunan skala besar, yang jelas-jelas berpotensi merusak lingkungan hidup. Alih-alih menjaganya untuk generasi yang akan datang, ini malah sebaliknya," kata Iqbal kepada Kompas.com, Kamis (4/11/2021).

Dia menyampaikan, tidak ada pembangunan dan pertumbuhan yang bermanfaat di atas lingkungan yang buruk atau bumi yang tidak layak dihuni.

"Ini statement yang sangat mengecewakan, meski kita baca secara keseluruhan atau utuh. Statement ini justru semakin menunjukkan ke mana keberpihakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Iqbal kepada Kompas.com, Kamis (4/11/2021).

"Kalau kita baca secara utuh, tidak seharusnya kalimat itu muncul dari Menteri LHK."

Iqbal menyampaikan, kita semua tahu bahwa net zero yang dimaksud bukan berarti menolkan deforestasi, melainkan membuat keseimbangan untuk emisi karbon yang dihasilkan.

Menurut Iqbal, apa yang disampaikan politikus NasDem itu justru menunjukkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak menjadi penjaga atau tidak punya rem ketika negara melakukan pembangunan atau pengerjaan infrastruktur besar-besaran.

"Seharusnya, posisi KLHK atau bu Siti Nurbaya memberikan support pembangunan dengan mengerem atau memberikan advice (anjuran)," ungkap Iqbal.

 

Dia menjelaskan, izin-izin yang diberikan KLHK semestinya untuk mengontrol dampak negatif dari pembangunan besar yang saat ini dilaksanakan harus menjadi rem, bukan malah tampak seperti membolehkan pembangunan tanpa adanya kontrol yang jelas.

"Saya beri contoh, misalkan pembangunan PLTU. Ketika dia berdampak negatif, apakah pembangunan itu harus tetap dijalankan?"

"Posisi Menteri LHK seharusnya memberikan advice. Bukan kalau Presiden mau melakukan pembangunan atau apa langsung diiyakan."

"Pernyataan ini menunjukkan sama sekali tidak ada kontrol, termasuk kontrol lingkungan," sambungnya.

Baca juga: Indonesia dan Lebih dari 100 Negara Janji Akhiri Deforestasi Tahun 2030 di COP26

Iqbal menegaskan, seharusnya fungsi Menteri LHK harus menjadi garda penjaga, pengontrol, dan yang mengambil sikap untuk mengerem kebijakan yang bisa merugikan lingkungan.

"Seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup memastikan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan haknya berupa lingkungan hidup yang baik dan sehat seperti pada amanat UUD 1945 Pasal 28H," ungkap Iqbal.

Perlu diingat saat ini kita berada dalam kondisi krisis iklim, dan kita berada di bumi yang sama.

"Kalau tidak ada tindakan yang signifikan untuk menurunkan atau menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat celsius serta mitigasi iklim, maka kehancuran di depan mata," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com