Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Doping seperti Testosterone Booster Dilarang dalam Olahraga

Kompas.com - 18/10/2021, 16:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Badan Antidoping Dunia (WADA) menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena dinilai tidak mematuhi program test doping plan (TDP).

Alhasil, tim bulu tangkis putra Indonesia tidak bisa mengibarkan bendera merah putih di podium Piala Thomas 2020.

Namun, kenapa doping dilarang untuk atlet atau orang yang berolahraga biasa?

Sebelumnya, mari kita membahas doping dan jenisnya dahulu.

Baca juga: WADA Badan Antidoping Dunia Beri Sanksi Indonesia, Apa Itu Doping?

Seperti diberitakan sebelumnya, istilah doping mengacu pada penggunaan obat-obatan atau zat terlarang oleh atlet untuk meningkatkan performa atau kinerja atletik.

Doping ini beragam jenisnya. Dilansir dari American College of Medical Toxicology, salah satu yang terkenal adalah steroid anabolik.

Steroid anabolik sudak dipakai sejak 1950-an, pertama kali oleh atlet angkat besi.

Doping steroid anabolik kerap digunakan untuk olahraga berbasis kekuatan seperti angkat berat, sepak bola, baseball, dan lainnya.

Steroid anabolik biasanya merupakan turunan sintetis dari testosteron atau yang lebih dikenal dengan suplemen testosteron booster.

Tujuan penggunaan steroid anabolik atau testosterone booster adalah untuk meningkatkan kekuatan, massa otot, dan berat badan tanpa lemak.

Obat-obatan ini dapat dikonsumsi baik secara oral atau injeksi, dan banyak bentuk yang berbeda sering dikonsumsi secara bersamaan untuk memaksimalkan efek yang diinginkan.

Namun, efek negatifnya jauh lebih besar dibanding manfaatnya.

Efek kesehatan yang relatif ringan termasuk infeksi kulit, jerawat, ginekomastia ireversibel (perkembangan jaringan payudara pria), dan penyusutan testis.

Sementara efek parahnya, steroid anabolik berpotensi mengancam jiwa, ini termasuk psikosis, pendarahan di sekitar hati, peningkatan risiko serangan jantung, dan kematian mendadak.

Karena efek buruk steroid anabolik yang begitu besar, zat ini terdaftar secara permanen di Kode Anti-Doping Dunia dan secara rutin diuji pada para atlet.

Dalam wawancara dengan Kompas.com pada 19 Juni 2021, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Dr Michael Triangto, SpKO menegaskan bahwa dirinya tidak pernah suka jika ada orang yang olahraga atau berlatih tetapi mengonsumsi steroid atau testosterone booster.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com