Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dwi Umi Siswanti
Peniliti dan dosen Biologi UGM

Dosen dan peneliti Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada sejak 2010. Mengambil major Fisiologi Tumbuhan, khususnya Ekofisiologi. Saat ini sedang menempuh studi Doktoral di Fakultas Biologi UGM. Biofertilizer diteliti Dwi Umi sejak 2010 dan hingga kini telah menelorkan lebih dari 23 publikasi ilmiah. Dwi juga menemukan formula biofertilizer berbahan urin ternak dan konsorsium mikrobia (9 spesies) yang mampu menambat N,P,K, memproduksi fitohormon dan asam amino serta menghasilkan insektisida organik.

Dwi juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat dengan mengaplikasikan formula biofertilizer di lahan pertanian Gunung Kidul, Kulon Progo, Purworejo hingga Kabupaten Lombok Utara. Saat ini sedang mendampingi Petani Krisan dan Kopi di Gerbosari, Kulon Progo serta proyek penelitian pembuatan formula pupuk granul berbahan sludge limbah PT Sari Husada. Dwi adalah seorang istri dan ibu dari dua orang anak.

Biofertilizer Berbahan Urin, Murah Melimpah dan Bisa Menjadi Harapan Petani

Kompas.com - 25/09/2021, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Oleh: Dwi Umi Siswanti*

BEBERAPA hari lalu, kita disadarkan oleh seorang peternak ayam bernama Suroto, yang dari upayanya menarik perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan posternya. Pada akhirnya, dia diundang langsung ke Istana Negara.

Apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Suroto? Poster yang bertuliskan,” Pak Jokowi, bantu peternak beli jagung dengan harga wajar”, bukanlah keisengan Suroto semata. Saat ini jagung dihargai Rp 5.800 sampai Rp 6.000 per kg.

Walaupun Presiden menginstruksikan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan untuk menekan harga jagung untuk pakan ternak sampai Rp. 4.800, namun perlu adanya solusi jangka panjang agar harga jagung dan harga bahan pangan lainnya tidak melonjak.

Harga tinggi jagung dan bahan makanan salah satunya disebabkan oleh tingginya biaya produksi. Petani masih dominan dalam penggunaan pupuk anorganik dan pestisida anorganik yang harganya cukup tinggi.

Baca juga: Suroto Tak Menyangka Dikirimi Bantuan 20 Ton Jagung oleh Jokowi

Data sensus petani dari badan Pusat Statistik (2013) menyebutkan bahwa 86,41 persen petani Indonesia masih menggunakan pupuk anorganik. Pada beberapa kesempatan, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menganjurkan petani mulai bergerak menggunakan pupuk organik.

Alasannya, kesuburan lahan pertanian semakin menurun akibat penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan.

Harga eceran tertinggi (HET) menurut Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhi, pupuk bersubsidi pada kisaran Rp 1.400 sampai Rp 2.300 per kg untuk urea, SP36, ZA dan NPK (Kompas.com 18/1/2021).

Sebagai contoh kebutuhan NPK (15:15:15) untuk satu hektar lahan berdasar rekomendasi kebutuhan pupuk N-P-K pada padi sawah spesifik lokasi (Permentan No: 40/Permentan/OT.140/4/2007) adalah 250-300 kg/ha.

Bila harga pupuk NPK bersubsidi Rp 2.300, maka untuk satu hektar lahan diperlukan biaya Rp 575.000 sampai Rp 690.000.

Baca juga: Kementan Klaim Jagung Melimpah Ruah, Kenapa Mahal di Lapangan?

Pada kenyataannya, harga di pasaran sering melebihi HET yang ditetapkan pemerintah sehingga petani terpaksa menaikkan harga hasil panennya atau terpaksa merugi dengan harga jual rendah.

Tawaran pupuk organik

Upaya penurunan harga dengan penurunan biaya produksi sering dilakukan dengan menawarkan pupuk organik di pasar. Cara ini terkesan bijak karena mendorong petani mengembalikan kesuburan tanah sekaligus meningkatkan pendapatan.

Namun, pupuk organik pabrikan juga bukan barang murah. Pupuk organik yang mempunyai kumampuan penyediaan hara sebaik pupuk anorganik dibanderol dalam kisaran Rp 80.000 sampai Rp 100.000 per liter (Data dari Market Place, 2021).

Pupuk cair yang biasa dikenal dengan biofertilizer mempunyai kemampuan penyediaan hara sebaik bahkah lebih baik dari pupuk anorganik.

Baca juga: Dorong Penggunaan Pupuk Organik, Kementan Salurkan Bantuan UPPO untuk Petani Ende

Apa itu biofertilizer?

Biofertilizer adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan ketersediaan unsur hara dan menstimulasi pertumbuhan tanaman.

Biofertilizer dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah peternakan berupa urin ternak yang ditambahkan dengan mikroba fermentator (starter) sehingga tidak berbau dan memiliki kandungan hara, meliputi hormon dan antiinsektisida.

Starter berisi beberapa macam mikroba, di antaranya Azotobacter sp., Bacillus sp., Streptomyces sp., Aspergillus sp., Saccharomyces sp., dan Trichoderma sp. Mikrobia ditambahkan ke dalam urin kemudian difermentasikan selama 48 jam.

Biofertilizer memanfaatkan mikroorganisme yang terkandung di dalamnya untuk dapat berkolonisasi dengan rhizosfer pada permukaan tanaman atau tanah, dan akan mendorong pertumbuhan tanaman dengan menyediakan nutrien.

Baca juga: Langkah Membuat Pupuk Organik Cair untuk Tanaman Cabai

Pemberian biofertilizer dalam dosis tinggi pada kondisi cekaman salinitas terbukti dapat mengembalikan konsentrasi normal nutrien tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Selain itu, kombinasi beberapa jenis mikroorganisme dalam biofertilizer lebih efektif dibandingkan hanya satu jenis mikroorganisme. Kombinasi jenis mikroorganisme dapat meningkatkan suplai fitohormon yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Penelitian yang dilakukan oleh Siswanti & Rachmawati (2011) menyatakan bahwa dosis optimum biofertilizer yang dibutuhkan tanaman padi adalah 10 liter/ha untuk meningkatkan produktivitasnya.

Analisisnya adalah, bila petani mempunyai sapi satu ekor, maka jumlah urin yang dihasilkan oleh sapi per harinya adalah 10 liter.

Pada kali pertama pembuatan biofertilizer dibutuhkan 1liter biang (starter) untuk 49 liter urin. Satu liter starter seharga Rp 100.000, ini akan menjadi 50 liter biofertilizer yang dapat menjadi starter bagi urin ternak yang terkumpul berikutnya.

Peneliti Dwi Umu Siswanti saat memberikan pelatihan biofertilizer kepada kelompok tani krisan Samigaluh, Yogyakarta. Dok Dwi Umu Siswanti Peneliti Dwi Umu Siswanti saat memberikan pelatihan biofertilizer kepada kelompok tani krisan Samigaluh, Yogyakarta.

 

Biofertilizer yang dihasilkan dari starter pertama sebanyak 50 liter dapat digunakan untuk memupuk lahan seluas 5 hektar. Dari perhitungan ini saja, petani sudah untung sebab bila pemupukan menggunakan NPK dibutuhkan biaya Rp 3.450.000 untuk 5 hektar.

Biaya lebih dapat ditekan bila biofertilizer pertama (50 liter) digunakan menjadi starter bagi 2.450 liter urin berikutnya. Maka akan dihasilkan 2.500 liter biofertilizer baru.

Kelompok tani dapat menggunakan sistem patungan (membeli secara gotong royong) starter pertama. Selanjutnya menjadikan biofertilizer dari produk awal sebagai starter untuk biofertilizer selanjutnya. Cara ini akan menekan biaya produksi terkait kebutuhan pupuk.

Contoh analisis potensi produksi di Kalurahan Gerbosari, Samigaluh Kulon Progo, Yogyakarta. Kalurahan Gerbosari merupakan salah satu sentra peternakan kambing di Kulon Progo.

Menurut data BPS (2017), jumlah kambing di Kapanewon Samigaluh sebanyak 15.368 ekor, Kalurahan Gerbosari diperkirakan memiliki setengah dari jumlah itu.

Bila tiap kambing rata-rata mengeluarkan 2,5 liter urin per hari, maka potensi biofertilizer yang dapat diproduksi urin sebanyak 7.684 ekor dikalikan 2,5 liter maka didapatkan 19.210 liter urin per hari.

Artinya, akan didapatkan produksi biofertilizer sebanyak 19.210 liter per hari pula. Contoh analisis lain di Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, DIY yang mempunyai 422 ekor sapi perah dan 784 ekor sapi potong (RPJM Desa Wukirsari, 2015).

Desa ini diprediksi mampu menyediakan bahan biofertilizer berupa urin sebanyak 12.060 liter (seekor sapi mengeluarkan urin 10 liter/hari). Sehingga potensi produksi bioferilizer sebanyak 12.060 liter/hari.

Dapat dihitung berapa rupiah biaya produksi yang dapat ditekan oleh adanya biofertilizer berbahan urin ternak ini.

Tidak dapat dipungkiri, biofertilizer masih memerlukan kajian mendalam terkait spesifikasi dosis setiap spesies tanaman produksi. Penelitian yang dilakukan oleh Siswanti dan Ummah (2020) menghasilkan dosis optimum biofertilizer untuk meningkatkan tinggi, jumlah daun dan berat segar tanaman bayam merah adalah 20 liter per ha.

Sementara Wulansari dan Siswanti (2021) menemukan bahwa biofertilizer yang diaplikasikan pada tanaman kacang tanah bersama dengan sludge biogas mempunyai efek meningkatkan tinggi tanaman disbanding tanpa aplikasi keduanya atau diaplikasikan secara mandiri.

Penelitian Siswanti dkk (2010) tentang inovasi budidaya padi dengan biofertilizer untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi di lahan tadah hujan Kalurahan Beji, Kecamatan Ngawen, Gunung Kidul menunjukkan adanya peningkatan produktivitas padi kultivar Ciherang dan IR-64 dengan perlakuan biofertilizer.

Penelitian ini juga mendapatkan hasil berupa dosis biofertilizer sebesar 10 liter/ha sebagai dosis optimum. Penelitian ini diuji Kembali di lahan Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman dan menunjukkan hasil yang baik pada tiga varietas padi yaitu Situbagendit, Ciherang dan Inpara 20 (2013).

Biofertilizer menjadi sebuah harapan budidaya tanaman pertanian dengan biaya rendah sehingga mengurangi resiko pelonjakan harga produk pertanian, seperti jagung, yang berimbas pada peternak seperti Suroto.

Pemanfaatan urin sebagai pupuk organik ini disamping menurunkan biaya produksi juga menjaga lahan pertanian tetap sehat. Indonesia disamping sebagai negara agraris juga merupakan negara megabiodiversitas.

Selayaknya Indonesia mampu memberdayakan sumberdaya hayati berupa mikrobia tanah untuk meningkatkan produktivitas tanaman pertanian, menekan biaya produksi sekaligus menjaga pertanian berkelanjutan. (*Dwi Umi Siswanti, Mahasiswa Prodi S3 Fakultas Biologi UGM)

 

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com