Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Kasus Bunuh Diri di Indonesia Bagaikan Fenomena Gunung Es

Kompas.com - 12/09/2021, 13:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bunuh diri merupakan permasalahan yang tak bisa diabaikan. Pasalnya, masalah ini bagaikan fenomena gunung es - yang kelihatannya sedikit tapi sebenarnya angka kejadiannya tinggi.

"Bunuh diri perlu mendapatkan perhatian, sebab hal ini termasuk fenomena gunung es, di mana kejadian yang terlihat jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah kasus sebenarnya," kata Dr Indria Laksmi Gamayanti M.Si.,Psikolog, selaku Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indoneisa.

Prevalensi kejadian bunuh diri ini masih tinggi di banyak negara, termasuk Indonesia.

Baca juga: Penelitian Otopsi Psikiatrik Bunuh Diri 2 Seniman Dijadikan Buku

Menurut Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri, setiap 40 detik, seseorang melakukan bunuh diri di seluruh dunia.

Hal ini sama dengan sekitar 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya.

Lebih dari 75 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan/IASP 2021).

Sementara itu, berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) 2019, Kementerian Kesehatan RI menyatakan, di Indonesia terdapat lebih dari 16.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya.

Ini artinya, pada tahun tersebut, ada 2,6 kasus bunuh diri per 100.000 orang, dan tingkat bunuh diri pria 3 kali lebih banyak dari wanita.

Indria mengatakan, berdasarkan hasil riset IPK, angka kasus bunuh diri di Indonesia terus meningkat, terlebih lagi dalam situasi pandemi.

"Kami menemukan adanya peningkatan orang yang mengalami gangguan psikologis, rentan stres, depresi, bahkan terancam bunuh diri," ujar Indria dalam diskusi daring bertajuk  Menciptakan Harapan Melalui Aksi Nyata, Sabtu (11/9/2021).

Baca juga: Ilmuwan Sebut Memiliki Senjata Tingkatkan Risiko Bunuh Diri

Masalahnya, kualitas data di Indonesia terkait kasus bunuh diri ini masih dianggap kurang, dan diberi nilai paling rendah oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Peneliti Kesehaatan Mental dalam Pencegahan Bunuh Diri, sekaligus pendiri Emotional Health for All, Dr Sandersan Onie mengatakan, WHO memberikan nilai 4 untuk Indonesia dalam hal kualitas data terkait bunuh diri, di mana 1 adalah nilai kualitas tertinggi dan 4 yang terendah.

"(Kualitas data nilai terendah) ini dikarenakan oleh tidak adanya suicide registry, jadi kita tidak tahu sebenarnya seberapa besar masalah tersebut. Ini karena stigma, sehingga banyak orang tidak melaporkan saat terjadinya bunuh diri," ujarnya.

Percobaaan bunuh diri bisa sampai 25-30 kali lebih banyak dari kasus bunuh diri.

Tingkat bunuh diri semakin meningkat, juga dikarenakan, 60 persen dari orang yang melakukan tindakan bunuh diri tidak mencari bantuan profesional sebelumnya.

Ditambah lagi, kata Sandersan, bunuh diri bisa menular, di mana data menunjukkan, bahwa jika seseorang terekspos kasus bunuh diri, apalagi yang dekat dengan mereka, risiko mereka melakukan hal yang sama juga meningkat.

"Di Indonesia, kita sangat kurang dalam adanya intervensi atau penanganan bunuh diri, dikarenakan kurangnya peneliti atau expert yang fokus dalam bidang bunuh diri," ujarnya.

Baca juga: Goo Hara Meninggal, Terapi Ini Bisa Hentikan Keinginan Bunuh Diri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com