Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkubur 7.000 Tahun di Sulawesi, Kok Bisa Kerangka Ini Masih Utuh?

Kompas.com - 29/08/2021, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Para ilmuwan dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar bekerja sama dengan peneliti dari Max Planck Institute for the Science of Human History, Jena, Jerman dan Griffith University Australia berhasil menemukan manusia modern (Homo sapiens) tertua dari Sulawesi Selatan.

Kerangka yang ditemukan di situs Leang Panninge atau gua Panninge, Maros, Sulawesi Selatan itu berjenis kelamin permpuan dan berusia 17-18 tahun saat meninggal.

Dari DNA yang dipelajari, tim ahli menemukan bahwa kerangka ini hidup sekitar 7.200 - 7.300 tahun yang lalu.

Menariknya, ahli menemukan ada tiga DNA yang ditemukan dari genom kerangka yang dijuluki Besse ini. Dia ternyata nenek moyang orang Papua, orang Aborigin Australia, dan Denisovan.

Lantas, bagaimana kerangka ini terawetkan dengan baik selama ribuan tahun?

Baca juga: Pentingnya Temuan Kerangka Manusia Berusia 7.000 Tahun di Sulawesi bagi Indonesia

Prof. Dr. Akin Duli, M.A, dosen Arkeologi dari Universitas Hasanuddin, Makassar mengatakan, kerangka manusia yang dijuluki Besse (merujuk pada putri Bugis yang baru lahir) ditemukan terkubur dalam kondisi terkelungkup.

Dia mengatakan, temuan kerangka Besse ini sudah mengalami budaya penguburan karena tubuhnya secara sengaja diletakkan dalam posisi jongkok tetapi dimiringkan, dan diapit dengan beberapa bongkahan batu.

"Terutama di bagian kepala dialasi dengan beberapa alat batu seperti mata panah, pisau batu, dan kapak batu," kata Akin kepada Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).

Dari hasil penggalian pada 2015, kata Akin, kerangka manusia modern (Homo sapiens) tertua ini masih lengkap. Ada gigi, tengkorak, tulang lengan, dan tulang belakang.

"Justru yang tidak ada tulang paha," kata Akin.

Bagaimana kerangka Besse sangat terawetkan dengan baik selama ribuan tahun disebut Akin sebagai sesuatu yang sangat menarik.

Menurut dia, ini disebabkan oleh kondisi lingkungan Leang Panninge yang secara tidak langsung melindungi kerangka tersebut.

Diceritakan Akin, ketika dia dan tim dari Universitas Science Malaysia melakukan penjelajahan pada 2015 di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, mereka menemukan Leang Panninge atau Gua Panninge.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com