KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, saat ini sekitar 85 persen wilayah Indonesia telah memasuki periode musim kemarau.
Namun demikian, BMKG mengingatkan agar sebagian wilayah di luar 85 persen tersebut mewaspadai adanya potensi curah hujan tinggi hingga cuaca ekstrem.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Menjawab persoalan itu, Kepala Sub Bidang Prediksi Cuaca BMKG Muhammad Fadli mengatakan, terdapat banyak faktor yang menjadi penggerak cuaca di suatu wilayah.
Baca juga: Daftar Wilayah Waspada Hujan Lebat dan Cuaca Ekstrem 20 Hari ke Depan
Untuk 85 persen wilayah Indonesia yang telah memasuki periode musim kemarau, maka risiko potensi cuaca ke depannya yang harus diwaspadai adalah kekeringan.
Wilayah waspada kekeringan ini adalah sebagian besar selatan Indonesia.
"Namun curah hujan tinggi masih dapat terjadi, karena adanya faktor penggerak cuaca yang kontributif mendukung pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia," kata Fadli kepada Kompas.com, Rabu (25/8/2021).
Sehingga, untuk wilayah bagian Barat dan Utara Indonesia, justru harus waspada curah hujan tinggi bahkan berpotensi cuaca ekstrem.
Terkait hal itu, terdapat beberapa faktor penggerak cuaca yang mendukung pertumbuhan awan hujan menjadi intensif di sebagian wilayah Indonesia, antara lain :
Faktor pendukung pertumbuhan awan hujan yang pertama adalah Madden Jullian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator seperti Rossby Eq dan Kelvin.
"MJO dan gelombang ekuator masih berkontribusi secara spasial di beberapa wilayah di Indonesia," ujarnya.
Diketahui bahwa MJO dan gelombang Kelvin menjalar atau berpropagasi ke arah Timur dan Rossby Eq berpropagasi ke arah Barat, ketika gelombang tersebut melintasi wilayah Indonesia.
Sehingga, pertumbuhan awan-awan hujan diwilayah tersebut masih meningkat saat ini.
Baca juga: Rahasia Suku Maya Bertahan Hidup di Tengah Cuaca Ekstrem Ribuan Tahun