KOMPAS.com - Hasil uji coba tahap akhir terapi antibodi yang dibuat AstraZeneca menunjukkan mampu mengurangi risiko orang mengembangkan gejala Covid-19 sebesar 77 persen.
Ini artinya obat terapi antibodi AstraZeneca bisa jadi prospek untuk pengobatan baru mencegah Covid-19 selain dengan vaksin.
Hasil uji coba obat antibodi ini adalah harapan bagi orang-orang yang merespons vaksin dengan buruk.
Dilansir Reuters, Sabtu (21/8/2021), vaksin mengandalkan sistem kekebalan utuh di tubuh untuk mengembangkan antibodi untuk melawan infeksi virus saat masuk sel.
Sementara terapi AZD7442 AstraZeneca terdiri dari antibodi buatan laboratorium yang dirancang untuk bertahan di dalam tubuh selama berbulan-bulan untuk melumpuhkan virus corona jika terjadi infeksi.
Baca juga: Kemanjuran Vaksin Pfizer dan AstraZeneca dalam Melawan Varian Delta Berkurang Setelah 3 Bulan
Pada hari Jumat (20/8/2021), perusahaan asal Inggris itu mengatakan bahwa 75 persen peserta yang ikut uji coba terapi antibodi, yakni dua jenis antibodi yang ditemukan oleh Vanderbilt University Medical Center, memiliki kondisi kronis termasuk orang dengan respons imun rendah terhadap vaksinasi,
Perusahaan lain yakni Regeneron (REGN.O), Eli Lilly (LLY.N), dan GlaxoSmithKline (GSK.L) tengah mengembangkan terapi antibodi serupa dengan kelas obat yang disebut antibodi monoklonal. Harapannya, obat ini dapat berperan dalam pengobatan dan pencegahan Covid-19.
Namun, AstraZeneca adalah yang pertama mempublikasikan data pencegahan positif Covid-19 melalui uji coba terapi antibodi.
AstraZeneca pun menargetkan dapat menghasilkan 1-2 juta dosis terapi antibodi sebelum akhir tahun.
Penny Ward, Profesor di Pharmaceutical Medicine di Kings College di London, mengatakan berita itu menjadi kabar baik bagi orang-orang yang merespons vaksinasi dengan buruk atau yang harus mengonsumsi penekan kekebalan untuk pasca-transplantasi, penyakit autoimun, dan kondisi lainnya.
"Ini dapat membantu orang-orang dengan kondisi tertentu, yang saat ini disarankan untuk terus melindungi diri meskipun telah divaksinasi penuh," katanya.
Dilansir dari CNBC News, Sabtu (21/8/2021), kabar baik tentang terapi itu memiliki beberapa kendala, seperti dalam pernyataan terpisah AstraZeneca pada hari Jumat (20/8/2021).
Dikatakan percobaan pengobatan untuk gangguan neurologis langka amyotrophic lateral sclerosis (ALS), yang dikembangkan oleh Alexion yang baru diakuisisi AstraZeneca, telah dihentikan lebih awal karena kurangnya kemanjuran.
Eksekutif AstraZeneca Mene Pangalos mengatakan hasil uji coba terapi diambil tiga bulan setelah antibodi disuntikkan dan penyelidik akan menindaklanjuti hingga 15 bulan dengan harapan perusahaan dapat menjadi perisai selama setahun.
Pangalos mengisyaratkan bahwa prospek produk Covid-19 baru sebagai obat AstraZeneca juga dapat meningkatkan nilai strategis dari vaksin Vaxzevria yang sudah ada, yang dikembangkannya bekerja sama dengan Universitas Oxford.
Baca juga: Studi: Risiko Pembekuan Darah akibat Covid-19 Jauh Lebih Tinggi Ketimbang akibat Vaksin AstraZeneca
“Tidak ada perusahaan lain yang mengirimkan dua molekul melawan SARS-CoV-2. Ini jelas membantu kami dalam memposisikan diri terkait Covid-19," kata Pangalos.
Eksekutif AstraZeneca terkemuka lainnya, Ruud Dobber, mengatakan bulan lalu bahwa berbagai opsi strategis sedang dieksplorasi untuk operasi vaksin AstraZeneca, yang menghadapi serangkaian tantangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.