Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/08/2021, 21:31 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.comLangit malam kerap dihiasi bintang-bintang dan bulan, namun mengapa ia tetap tampak gelap?

Pertanyaan tersebut merupakan salah satu teka-teki tertua dalam astronomi. Meski demikian, teka-teki tersebut bukannya tanpa jawaban.

Dalam buku Space: 10 Things You Should Know, Dr. Becky Smethurst, astronom dan penulis buku tersebut, menjelaskan fenomena langit malam yang tampak gelap.

Dilansir dari BBC Science Focus Magazine, penjelasan mengenai langit malam yang gelap dipopulerkan oleh seorang dokter sekaligus astronom asal Jerman, Heinrich Olbers.

Olbers merumuskan penjelasannya yang dinamai berdasarkan namanya, yakni paradoks Olbers atau paradoks langit gelap.

Baca juga: Hari Antariksa Nasional, LAPAN Ajak Masyarakat Lestarikan Langit Gelap Malam Ini

Satu versi mengatakan, debu di antara bintang-bintang dan mungkin di antara galaksi-galaksi menghalangi cahaya dari objek yang jauh sehingga membuat langit malam tampak gelap.

Namun, cahaya yang jatuh pada debu akan memanaskannya sehingga akan bersinar seterang sumber cahayanya.

Dilansir dari Scientific American, versi lain yang diusulkan untuk menjawab pertanyaan ini adalah bahwa pergeseran yang luar biasa dari galaksi-galaksi jauh, pemanjangan panjang gelombang cahaya yang dipancarkan karena perluasan alam semesta, akan memindahkan cahaya dari jangkauan yang terlihat ke inframerah yang tidak terlihat.

Jika penjelasan ini benar, sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang lebih pendek juga akan bergeser ke kisaran yang terlihat.

Resolusi terbaik untuk paradoks Olbers saat ini memiliki dua bagian. Pertama, jika alam semesta besar dan usianya tak terhingga.

Baca juga: Fenomena Langit Agustus 2021: Hujan Meteor Perseid hingga Asteroid Lewat Dekat Bumi

Titik ini sangat penting karena cahaya bergerak dengan kecepatan terbatas, meski sangat cepat. Kita dapat melihat sesuatu hanya jika cahaya yang dipancarkannya sempat mencapai kita.

Ketika jarak meningkat, waktu pun tertunda. Misal, astronot di Bulan mengalami penundaan waktu 1,5 detik dalam komunikasi mereka dengan Mission Control karena sinyak radio butuh waktu untuk melakukan perjalanan Bumi-Bulan.

Banyak astronom yang sepakat bahwa alam semesta diperkirakan berusia 10 atau 15 miliar tahun. Dengan demikian, jarak maksimum manusia dapat menerima cahaya adalah 10 atau 15 miliar tahun cahaya.

Jadi, bahkan jika ada galaksi yang lebih jauh, cahaya mereka belum sempat mencapai manusia.

Baca juga: Astronom Benarkan Fireball Si Meteor Terang Jatuh di Langit Yogyakarta, Ini Penjelasannya

Kedua, jawabannya terletak pada kenyataan bahwa bintang dan galaksi tidak berumur panjang. Pada akhirnya, mereka akan redup.

Efek ini dapat dilihat lebih cepat di galaksi terdekat berkat waktu perjalanan cahaya yang lebih pendek. Jumlah dari efek-efek ini adalah semua kondisi untuk menciptakan langit yang cerah tidak pernah terpenuhi.

Cahaya dari bintang atau galaksi pada semua jarak tidak bisa dilihat sekaligus, baik cahaya dari objek yang paling jauh yang jika sudah mencapai akan terbakar habis dan gelap karena begitu banyak waktu yang harus berlalu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com