Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Uji Coba Vaksin Covid-19 untuk Anak di Bawah 12 Tahun dari Berbagai Negara

Kompas.com - 02/08/2021, 09:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Sekarang ini sedang dilakukan uji coba di berbagai negara untuk melihat keamanan vaksin Covid-19 bagi anak-anak di bawah usia 12 tahun.

Sekitar 10 bulan lalu, Soren Good dan adiknya yang berusia 3 tahun, Andel, menjadi warga termuda di dunia yang mendapatkan vaksin Covid-19-19 dari Pfizer.

Kakak adik ini ambil bagian dalam uji klinis fase pertama yang dilakukan di Amerika Serikat.

Ibu mereka, Zinaida Good, adalah peneliti di Institut Kanker di Stanford University yang mengetahui adanya uji coba tersebut ketika dia mencari informasi bagaimana bisa melindungi anak-anaknya dari virus corona.

"Soren yang lebih muda tidak merasakan apa pun, dia tidak menangis, dan bahkan tidur ketika divaksinasi," kata Zinaida.

Baca juga: Kenapa Vaksin Covid-19-19 untuk Anak di Bawah 12 Tahun Belum Ada?

"Kepada Andel yang berusia tiga tahun, tentu kami harus menjelaskan kepadanya mengenai virus dan dia mengerti adanya virus yang menakutkan bagi banyak orang sekarang ini. Jadi, memberi pengetahuan bahwa vaksin akan melindungi dirinya dari virus, dan dia akan bisa melakukan hal seperti naik bus atau naik pesawat," imbuhnya

"Dia mengerti semua itu, dan tidak protes ketika vaksinasi dilakukan."

Zinaida Good merasa lega setelah semua anggota keluarganya sudah divaksinasi.

"Kami bisa berlibur untuk pertama kalinya dan kami tidak harus khawatir lagi dengan virus corona, kami bisa melakukan aktivitas sehari-hari," katanya.

Uji coba Pfizer untuk anak-anak

Stanford University di California merupakan salah satu lokasi di mana Pfizer mengadakan uji coba vaksinnya bagi anak-anak.

Ada berbagai uji coba yang dilakukan untuk kelompok umur yang berbeda.

Uji coba yang melibatkan Soren dan Andel sekarang sudah memasuki fase kedua atau ketiga sehingga keamanan dan tingkat efikasi vaksin bagi kelompok umur ini bisa dievaluasi.

Pfizer mengatakan bahwa data mengenai uji coba bagi anak-anak berusia antara dua sampai 11 tahun akan diberikan bulan September.

Bagi mereka yang berusia enam bulan sampai dua tahun, datanya akan muncul di akhir tahun.

Vaksin Pfizer sekarang dinyatakan aman untuk kelompok usia antara 12-15 tahun di Australia.GETTY IMAGES via ABC INDONESIA Vaksin Pfizer sekarang dinyatakan aman untuk kelompok usia antara 12-15 tahun di Australia.

Segera setelah hasil dari uji coba fase ketiga diselesaikan, data akan diberikan kepada penentu kebijakan di bidang kesehatan di berbagai negara, sehingga mereka bisa memutuskan apakah akan mengizinkan penggunaan vaksin tersebut atau tidak.

Untuk saat ini, vaksin Pfizer baru disetujui penggunaannya bagi anak-anak yang paling muda berusia 12 tahun.

Menurut Profesor spesialis anak-anak di Fakultas Kedokteran Stanford University, Yvonne Maldonado, uji coba yang dilakukan terhadap anak-anak berusia 12-8 tahun menunjukkan vaksin itu aman dan efektif dan sudah diberikan kepada banyak anak-anak di Amerika Serikat.

"Vaksin Pfizer sudah diberikan kepada sekitar 8,8 juta anak-anak di bawah usia 18 tahun. Vaksin itu sangat aman," katanya.

Profesor Maldonado juga adalah penguji utama terhadap uji coba yang dilakukan di Standford University.

"Masalah utama yang kami dengar dan kami terus pantau adalah dampak adanya pembengkakan di jantung yang jarang sekali terjadi sebenarnya, yang disebut myocarditis," katanya.

"Kemungkinannya adalah sekitar 12 sampai 24 kasus per satu juta dosis yang diberikan.

"Jadi sebenarnya sangat langka dan juga bisa ditangani dengan cepat."

Vaksin lain seperti Moderna juga diujicobakan untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun.

Covid-19 pada anak 'tidak sejinak' yang diperkirakan sebelumnya

Walau sebagian besar anak-anak yang terkena Covid-19 hanya akan mengalami gejala yang ringan, ada juga yang mengalami kondisi serius.

Professor Maldonado mengatakan, data mengenai anak-anak yang harus dirawat di rumah sakit karena Covid-19-19 hanya berasal dari beberapa negara bagian sehingga mereka tidak mendapatkan gambaran yang lengkap.

"Di Amerika Serikat, ada sekitar 4 juta anak-anak yang terkena Covid-19, 16.000 di antaranya harus dirawat di rumah sakit di sekitar separuh negara bagian," katanya.

Dalam waktu bersamaan, sekitar 300 sampai 600 anak meninggal dunia.

"Angka ini mungkin tampak kecil dibandingkan jumlah orang dewasa yang meninggal dunia, tapi jumlah ini setara dengan 8-10 persen penyebab kematian paling umum pada anak-anak di Amerika Serikat," kata Profesor Maldonado.

Amerika Serikat sejauh ini menjadi negara dengan jumlah kasus dan jumlah kematian tertinggi di dunia karena Covid-19, dengan 34 juta kasus di semua kelompok umur dan lebih dari 600.000 kematian.

Menurut Kawsar Talaat dari Johns Hopkins University, peneliti utama uji coba vaksin Pfizer untuk anak-anak, jumlah anak-anak yang terkena Covid-19 semakin meningkat.

"Karena varian Delta yang lebih menular, dan karena begitu banyak orang dewasa yang sudah divaksinasi, kita sekarang melihat anak-anak secara proporsional lebih banyak terkena dan lebih banyak yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19," kata Dr Talaat.

"Kita juga melihat lebih banyak gejala long Covid-19 pada anak, yang membuatnya tidak sejinak yang kami perkirakan sebelumnya.

Para pakar terus mencoba memahami kelompok anak-anak mana yang memiliki risiko memiliki gejala lebih parah ketika terkena Covid-19.

"Kita mengetahui obesitas adalah faktor risiko terbesar bagi gejala parah bila terkena Covid-19 untuk semua kelompok umur dan anak-anak yang mengalami obesitas besar kemungkinan harus dirawat di rumah sakit dibandingkan yang tidak," kata Dr Talaat.

"Jadi, penting sekali untuk melakukan vaksinasi untuk mereka yang berisiko tinggi dalam kelompok umur mana pun.

"Kadang sulit sekali mengidentifikasi siapa yang berisiko tinggi dari penampakan mereka saja."

Baca juga: WHO: Varian Delta Tidak Secara Khusus Menargetkan Anak-anak

Namun, Asha Bowen, dokter spesialis penyakit menular di kalangan anak-anak di Rumah Sakit Anak-anak Perth (Australia Barat), mengatakan, sulit sekali untuk mendapatkan gambaran lengkap dari data di luar negeri karena kadang ada anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena penyakit lain, baru kemudian ditemukan bahwa mereka juga mengidap Covid-19.

"Saya kira Inggris bagus dalam pengumpulan data dan berhasil menemukan bahwa penyakit yang berhubungan dengan saraf, serta kondisi lain seperti asma dan obesitas membuat orang dewasa dan anak-anak masuk ke dalam kelompok risiko lebih tinggi."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com