Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Open Science dan Runtuhnya Feodalisme

Kompas.com - 30/07/2021, 13:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Hendro Subagyo dan Suherman

Demokratisasi dan transparansi tidak hanya diharapkan di bidang politik, tapi juga dalam bidang sains.

Dua kata tersebut menjadikan bumi semakin datar dan masyarakat semakin egaliter.

Sekarang ini, siapa pun bisa menjadi apa saja tanpa ada lagi sekat atau belenggu feodalisme yang sering kali menghambat dalam meningkatkan status sosial.

Feodalisme muncul, karena adanya hak-hak istimewa (privilege) yang diperoleh dari keturunan atau memiliki koneksi kepada sumber kekuasaan.

Baca juga: Catatan Kaki yang Penting Dilakukan Organisasi Riset BRIN

Dahulu sumber ilmu ada di pusat kekuasaan politik dan spiritual dan aksesnya sangat terbatas bagi orang-orang tertentu saja, bisanya para pujangga atau ulama sebagai penasihat raja.

Dua kelompok ini berperan sebagai pemberi legitimasi spiritual dan ilmiah atas kebijakan penguasa. Selain itu, kelompok ini juga dijadikan rujukan, bahkan sering kali dianggap orang suci oleh masyarakat.

Setelah zaman pencerahan (renaissance) atau revolusi positivisme, di mana institusi pendidikan mulai populer di masyarakat, maka feodalisme beralih dari yang sifatnya ilahiah menjadi bersifat ilmiah.

Gelar-gelar akademik menjadi feodalisme gaya baru bagi mereka yang memiliki kemampuan memasuki pendidikan tinggi dan kemudahan administratif untuk meraih gelar sebagai ilmuwan, misalnya gelar peneliti atau professor.

Di kemudian hari, muncul gugatan dari publik, bahwa pusat-pusat data dan informasi seperti perpustakaan dan laboratorium tidak dimonopoli oleh lembaga riset dan universitas, karena institusi-institusi tersebut didanai oleh publik, maka tidak adil apabila hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu.

Masyarakat menginginkan adanya demokratisasi dan transparansi dalam proses pendidikan dan penelitian dari hulu ke hilir, terutama bebas mengakses data primer yang diperoleh dari lapangan (open data dan open sources). Dorongan-dorongan itulah yang akhirnya memunculkan open science.

Selain karena tuntutan publik, open science juga lahir secara natural, karena perkembangan teknologi telekomunikasi, internet, dan komputer (TIK) yang membuka lebar akses pada sumber data dan informasi.

Baca juga: Optimisme Riset Kelautan di Indonesia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com