Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Dapat Izin BPOM, Begini Bukti Penelitian Ivermectin di Indonesia

Kompas.com - 26/07/2021, 20:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hingga saat ini penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 masih menuai pro dan kontra.

Di sisi lain, para ahli masih terus melakukan penelitian, terkait manfaat Ivermectin bagi pasien Covid-19 dalam mengobati berbagai gejala yang ada.

Dr Pierre Kory, Chief Medical Officer dari Frontline Covid-19 Critical Care (FLCCC) Alliance mengatakan, bahwa dalam sepuluh tahun, telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa Ivermectin bisa mengatasi virus, seperti Zika, dengue, Influenza, dan HIV.

Selain itu, menurutnya juga telah banyak review dari berbagai negara terkait penggunaan Ivermectin pada Covid-19, yang menunjukkan angka kematian dan rawat inap akibat Covid-19.

Baca juga: Ramai Ivermectin untuk Covid-19, Ahli UGM Ingatkan Jangan Asal Konsumsi Obat

"Ivermectin ini sangat aman dengan efek samping langka dan minor. Bukan hanya untuk pengobatan Covid-19 tapi juga membantu pencegahan," kata Kory dalam acara virtual World Ivermectin Day, Minggu (25/7/2021).

Namun demikian, beberapa waktu lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan regulator obat Amerika Serikat (FDA) tidak menyarankan obat antiparasit atau obat cacing ini digunakan dalam pengobatan Covid-19.

Dalam konferensi pers 2 Juli lalu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K. Lukito menegaskan, penggunaan Ivermectin untuk indikasi Covid-19 hanya digunakan dalam kerangka uji klinik. 

Aturan itu sejalan dengan diterbitkannya Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) terhadap Ivermectin yang telah dikeluarkan oleh Badan POM pada tanggal 28 Juni 2021. 

"Uji klinik ini diperlukan untuk memperoleh data yang valid, bahwa obat (ivermectin) ini memang signifikan dalam mengobati Covid-19," papar Penny.

Kalangan dokter di seluruh dunia pun ada yang mendukung dan ada yang memlih berhati-hati dalam penggunaan ivermectin untuk terapi pasien Covid-19 sebelum adanya bukti yang mencukupi.

Namun, sebenarnya bagaimana suatu obat atau terapi bisa dipercaya penelitiannya?

Terkait hal tersebut, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Zullies Ikawati Apt memberikan penjelasan.

Menurut Prof Zullies, dalam bidang kedokteran, urutan kepercayaan penelitian obat atau terapi itu cukup panjang. dan biasanya disebut dengan tingkatan basis bukti yakni levels of evidence atau hierarchy clinical evidence.

Level pertama yang paling tinggi adalah meta analisis (meta analysis). Kedua, uji coba terkontrol acak (ramdomized controlled trials/ desain uji klinik).

Ketiga, studi kelompok (cohort studies). Keempat, studi pengendalian kasus. Level kelima adalah seri kasus atau laporan kasus (case-series or case-reports). Dan yang ada di level paling bawah adalah editoria dan pendapat ahli (editorial and expert opinion).

"Tapi tentu saja masing-masing juga harus dengan data yang valid," kata prof Zullies kepada Kompas.com, Minggu (25/7/2021).

Baca juga: Mengapa Ivermectin Belum Direkomendasikan WHO dan FDA untuk Obat Covid-19?

Ilustrasi virus coronaSHUTTERSTOCK/ker_vii Ilustrasi virus corona

"Jadi, walaupun sama-sama uji klinik, kadang validitas datanya berbeda, sehingga tingkat kepercayaan berbeda. Tergantung desain uji kliniknya," tambahnya.

Nah, dari tingkatan atau hirarki clinical evidences ini, suatu produk obat boleh dijadikan atau dikeluarkan rekomendasi pemakaiannya secara umum untuk masyarakat, jika dalam keadaan normal, maka harus menunggu pembuktian sampai pada tingkat meta analisis.

Akan tetapi, dalam kondisi di masa darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini, maka rekomendasi suatu produk obat boleh dikeluarkan untuk masyarakat umum minimal sudah selesai dalam fase uji klinik.

"Bisa dari uji klinik, tidak harus meta analisis," kata Zulies.

Baca juga: Ivermectin Obat Keras, Penggunaannya untuk Covid-19 Bisa Timbulkan Efek Samping Besar

Lebih lanjut, kata dia, untuk di fase hasil uji klinik, minimal calon produk obat itu sudah bisa direkomendasikan jika sudah melewati atau melengkapi segala ketentuan yang berlaku di uji klinik fase 3.

"Minimal fase 3 sebelum didaftarkan di BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) atau dijadikan rekomendasi," jelasnya.

Level bukti penelitian Ivermectin di Indonesia

Prof Zullies pun menjelaskan, sejauh yang diketahui Ivermectin menghambat replikasi studi in-vitro SARS-CoV-2.

Tetapi berdasarkan farmakokinetik saat ini, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mencapai konsentrasi yang sama dalam darah.

Meta analisis telah dilakukan, tetapi ada ketidakpastian karena risiko tinggi bias studi tinggi.

"Iya meta-analisis sudah dilakukan, tetapi hasilnya menunjukkan bahwa banyak ketidakpastian akibat tingginya bias pada uji klinik yang dianalisis. Bias itu bisa berasal dari parameter yang diukur, jumlah subyek yang sedikit dan tidak homogen, dan lain-lain," jelasnya.

Untuk diketahui, meta analisis adalah kajian atau analisis terhadap uji-uji klinik yang dilakukan.

Hasil meta analisis itu bisa memberikan rekomendasi positif atau negatif, tergantung dari hasilnya.

Pedoman hidup berdasarkan meta-analisis dan rekomendasi grade menunjukkan, ada yang rendah dan bukti yang sangat rendah untuk efektivitas Ivermectin dalam Covid-19.

Oleh karena itu, mereka merekomendasikan untuk tidak menggunakan Ivermectin pada pasien dengan Covid-19, kecuali dalam konteks uji klinis.

Penggunaan welas asih untuk menggunakan intervensi yang belum terbukti, harus didasarkan pada risiko-manfaat, penilaian klinis, persetujuan yang diinformasikan dan selanjutnya objek penelitian.

Sehingga, untuk sampai ke tahap Ivermectin ini bisa direkomendasikan, maka butuh tambahan data lebih lanjut yang membuktikan bahwa Ivermectin memang memiliki efikasi yang baik untuk pasien Covid-19.

"Sekarang butuh tambahan data uji klinik (Ivermectin) yang convincing (meyakinkan)," jelasnya.

Baca juga: 6 Fakta Ivermectin, Obat Cacing yang Masih Diuji BPOM untuk Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com