Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa itu Oseltamivir, Favipiravir, dan Azithromycin? Obat yang Ditanya Jokowi ke Menkes Budi

Kompas.com - 25/07/2021, 11:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah video yang merekam Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghubungi Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin melalui telepon dan mempertanyakan beberapa jenis obat yang tidak tersedia di apotek menjadi viral di media sosial.

Jokowi menelepon Menkes Budi setelah ia selesai blusukan ke salah satu apotek di Kota Bogor dan menanyakan ketersediaan sejumlah obat untuk pasien Covid-19, serta suplemen.

Dalam aktivitas blusukan tersebut, Jokowi ternyata menemukan sejumlah obat sudah kosong dan tidak tersedia lagi, karena stoknya habis.

Beberapa obat tersebut adalah obat yang sempat ramai diperbincangkan atau diisukan sebagai obat Covid-19.

Baca juga: Viral Jokowi Telepon Menkes Budi Tanya Obat, Ini Tanggapan Epidemiolog

"Pak, ini saya cek ke apotek di Bogor. Saya cari obat antivirus Oseltamivir, enggak ada. Cari lagi, obat antivirus yang Favipiravir juga enggak ada, kosong. Saya cari yang antibiotik, Azithromycin, juga enggak ada," kata Presiden Jokowi kepada Menkes Budi dikutip Kompas.com dari akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (23/7/2021).

Lantas, obat-obatan seperti apa yang ditanyakan oleh Jokowi tersebut?

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan melalui paparannya pada Jumat (3/7/2021) di kanal Youtube PDPI pernah menjelaskan bahwa sejumlah pasien bergejala ringan juga memiliki kondisi yang mengharuskan mengonsumsi sejumlah obat.

Namun, konsumsi obat-obatan tersebut harus sesuai resep dokter.

Adapun jenis obat yang dianjurkan oleh dr Erlina adalah sebagai berikut:

1. Oseltamivir

Oseltamivir adalah produk obat yang harus melalui proses metabolisme untuk menjadi bentuk aktif di dalam tubuh manusia.

Bentuk aktif dari obat ini adalah oseltamivir karboksilat. Obat ini sebelumnya digunakan untuk mengobati influenza A dan B.

Obat ini mampu meredakan gejala influenza sehingga hanya menimbulkan gejala ringan serta memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk sembuh.

Obat ini juga bisa digunakan untuk mencegah penularan influenza jika seseorang kontak atau tinggal bersama pasien influenza.

Namun perlu diingat bahwa influenza berbeda dengan pilek biasa. Maka dari itu, obat ini tidak bisa mengobati pilek biasa.

 

Sehingga, penggunaan obat antivirus, Oseltamivir, kriteria diagnosisnya, hanya digunakan jika ada kecurigaan ko-infeksi dengan influenza.

Tentunya pemberian obat Oseltamivir untuk pasien Covid-19 harus atas hasil analisis dan rekomendasi dari dokter penanggungjawab.

Adapun, lima organisasi profesi telah merekomendasikan Oseltamivir tidak lagi menjadi standar perawatan pasien Covid-19, dan hanya diberikan jika pasien ternyata juga terinfeksi virus influenza.

Organisasi yang terlibat adalah Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

2. Favipiravir

Favipiravir adalah obat yang digunakan sebagai terapi influenza dan terbukti mampu melawan infeksi virus Ebola.

Obat ini bekerja dengan mekanisme menghambat RNA-dependent RNA polymerase pada sel virus sehingga replikasi virus terganggu. Mekanisme ini membuat favipiravir menjadi obat antivirus dengan spektrum luas.

Dilansir dari Pedoman Tatalaksana Covid-19 oleh beberapa perhimpunan dokter Indonesia, favipiravir bisa digunakan pada pasien dengan gejala ringan hingga berat.

Namun, penggunaannya masih sangat terbatas sehingga tidak boleh diberikan untuk ibu hamil atau perempuan yang merencanakan kehamilan.

Sehingga, pasien Covid-19 tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi obat ini secara sembarangan tanpa resep dan pengawasan dari dokter.

Erlina berkata, umumnya obat Oseltamivir tablet 75 mg, atau Favipiravir juga diberikan kepada pasien Covid-19 sebagai terapi pendukung, sesuai dengan indikasi gejala yang diderita oleh pasien dan pasti harus dengan resep dokter.

3. Azithromycin

Azithromycin atau Azitromisin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati sejumlah infeksi yang menyebabkan beberapa gejala seperti radang tenggorokan, radang paru dan lain sebagainya.

Menurut pertimbangan para dokter dalam revisi protokol tata laksana Covid-19, potensi penggunaan antibiotik yang berlebih pada era pandemi Covid-19 ini dapat menjadi ancaman global terhadap meningkatnya kejadian bakteri multiresisten.

Guna menyikapi fakta dan data yang ada, WHO menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus Covid-19 yang berat dan tidak menganjurkan pemberian antibiotik rutin pada kasus covid-19 yang ringan.

Penggunaan obat antibiotik, Azithromycin, sesuai tata laksana Covid-19, hanya digunakan apabila ada kecurigaan ko-infeksi dengan mikroorganisme atipikal, yakni pada kasus suspek berat dan kritis. Dan tentunya hanya dengan resep dokter.

Baca juga: Bukan Lagi Obat Standar Perawatan Covid-19, Ini Manfaat Azithromycin

Dengan begitu, ketiga jenis obat yang disebutkan oleh Jokowi itu adalah obat untuk bantu terapi pasien Covid-19, tetapi atas gejala infeksi yang sesuai berdasarkan analisis dokter.

Hal ini dikarenakan, ketiga obat tersebut termasuk kategori obat keras yang jika dikonsumsi secara sembarangan atau berlebihan justru bisa membahayakan pasien itu sendiri.

Oleh karen itu, pasien yang sedang melakukan isolasi mandiri di rumah sebaiknya selalu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter untuk mendapatkan resep obat yang tetap sesuai dengan gejala atau keluhan yang dirasakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com