Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Alam Semesta: Merah, Biru, Oranye, Apa Penyebab Warna Api Bisa Berbeda?

Kompas.com - 24/07/2021, 19:02 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber Sciencing

Cahaya yang terlihat dalam api maupun benda lain merupakan radiasi elektromagnetik (EM) yang hanya termasuk salah satu bagian kecil dari keseluruhan rangkaian spektrum.

Ciri gelombang EM adalah adanya jarak antara titik-titik yang bersesuaian di sepanjang grafik gelombang dan frekuensi gelombang, jumlah panjang gelombang per detik yang melewati titik tetap serta panjang gelombang.

Pada kisaran panjang gelombang 7x107 m, sinar-X dan gamma akan muncul dengan frekuensi serta energi yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan munculnya warna bersinar dalam api yang menyala.

Panjang gelombang pada spektrum cahaya yang terlihat adalah sekitar 4,4 x 107 m hingga 7 x 107 m meliputi radiasi yang dapat dirasakan mata manusia. 

Warna yang muncul secara berurutan mencakup merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Tatanan ini juga terbawa dalam warna api, meskipun dengan susunan yang tidak lengkap.

Baca juga: Bisakah Hewan Semburkan Api seperti Naga Game of Thrones?

 

Hubungan suhu dan warna pada spektrum cahaya api yang tampak pertama adalah merah tua dengan suhu 500 - 600 derajat celcius atau 900 - 1.100 derajat fahrenheit.

Warna merah kusam dapat terlihat pada suhu 600 - 800 derajat celcius atau 1.100 - 1.650 derajat fahrenheit.

Pada suhu 1.000 - 1.200 derajat celcius atau sekitar 1.800 - 2.100 derajat fahrenheit, warna yang muncul adalah oranye.

Warna api terlihat kuning cerah terlihat pada suhu 1.200 - 1.400 derajat celcius atau pada 2.100 - 2.500 derajat fahrenheit. Sedangkan pada suhu 1.400 - 1.600 atau 2.500 - 2.900, warna yang dapar terlihat adalah putih.

Baca juga: Kebakaran Australia, 1 Miliar Hewan Diperkirakan Mati Dilumat Api

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber Sciencing
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com