Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2021, 19:02 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com – Hingga saat ini, program vaksinasi Covid-19 di Indonesia menggunakan vaksin Sinovac dan Astrazeneca.

Dalam waktu dekat, vaksin Sinopharm akan diberikan untuk masyarakat umum melalui program vaksin gotong royong.

Sebagai pengetahuan, berikut adalah perbandingan vaksin Sinopharm dan Astrazeneca, mulai dari efikasi hingga kemungkinan efek sampingnya.

Vaksin Sinopharm

Vaksin Sinopharm adalah vaksin buatan China yang telah mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) atau Izin Penggunaan Darurat di China, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Yordania, dan Indonesia.

Dilansir dari situs resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), menurut Prof. Zullies Ikawati, PhD. Apt., Sinopharm memiliki efikasi mencapai 78 persen dan dapat digunakan pada populasi usia 18 tahun ke atas.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Berbayar Ditolak Sejumlah Warga dan Epidemiolog

Vaksin ini menggunakan platform yang sama dengan vaksin Sinovac, yakni virus yang diinaktivasi.

Alhasil, profil efek samping kedua vaksin ini pun mirip, yakni frekuensi kejadian efek sampingnya adalah 0,01 persen atau kategori sangat jarang.

Efek samping yang dijumpai dalam uji klinis Sinopharm adalah efek samping lokal yang ringan, seperti nyeri atau kemerahan di area yang mendapat suntikan.

Selain itu, ada pula efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.

Para peserta vaksin disarankan untuk tidak terlalu khawatir karena efek samping tersebut segera membaik dan umumnya tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.

Baca juga: WHO: Vaksin mRNA Manfaat Lebih Besar Dibandingkan Risiko Jantung

“Secara umum, dari hasil evaluasi terhadap uji klinis yang telah melibatkan ribuan orang di berbagai negara, manfaat vaksin jauh melebihi risiko efek sampingnya,” kata Prof. Zullies.

Vaksin Astrazeneca

Vaksin Astrazeneca telah mendapatkan EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 22 Februari 2021 dengan nomor EUA2158100143A1.

Sebelum menerbitkan EUA untuk Astrazeneca, BPOM telah melakukan rangkaian evaluasi untuk memastikan keamanan, manfaat, dan kualitas dari vaksin ini.

“Berdasarkan hasil evaluasi keamanan dari data uji klinis, pemberian vaksin Astrazeneca dua dosis dengan interval 4-12 minggu pada total 23.745 subjek dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik,” ujar Kepala BPOM, Penny K. Lukito, dilansir dari situs resmi BPOM.

Vaksin Astrazeneca ini memiliki efikasi sebesar 62,10 persen dengan dosis standar yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan selama sekitar dua bulan.

Baca juga: 6 Fakta Vaksin GX-19N Asal Korea Selatan yang Akan Masuk Uji Klinik 1000 Subjek

Efikasi vaksin ini telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh World Health Organization (WHO), yakni minimal efikasi 50 persen.

Mengenai efek pembekuan darah dari Astrazeneca, European Medicines Agency (EMA) mengatakan ada kaitan antara kejadian pembekuan darah dengan penggunaan vaksin ini, namun kasusnya sangat jarang terjadi.

Jika dihitung, persentase kejadiannya sangat kecil sekali sehingga Astrazeneca tetap boleh diberikan karena manfaatnya yang masih lebih besar dibandingkan risikonya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com