Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Komet Raksasa dan Upaya Mencapai Tepian Surya

Kompas.com - 10/07/2021, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBUAH komet raksasa terdeteksi sedang memasuki bagian dalam tata surya kita sebagai bagian perjalanan jutaan tahunnya dalam sekali mengedari Matahari. Satu dasawarsa kelak, sang raksasa ini akan tiba di titik terdekatnya ke Matahari yang setara dengan jarak Matahari–Saturnus.

Sang raksasa tak memiliki peluang apapun untuk berbenturan dengan planet–planet di tata surya kita. Sebaliknya kehadirannya membuka peluang untuk mengeksplorasi kawasan tata surya bagian luar yang dingin membekukan, misterius, fantastis dan riuh.

Terra Incognita

Tata surya kita secara umum terbagi ke dalam dua kawasan besar, tata surya bagian dalam dan tata surya bagian luar. Tata surya bagian dalam berbentuk cakram pipih, membentang hingga 200 SA (satuan astronomi) dari Matahari dan menjadi tempat beredarnya planet, planet–kerdil, asteroid dan obyek transneptunik sabuk Kuiper–Edgeworth.

Inilah tetangga–tetangga terdekat kita dalam semesta raya yang sebagian diantaranya telah kita pahami. Inilah kawasan yang berada di bawah dominasi kuat Matahari melalui gravitasi dan panasnya. Aneka misi antariksa telah menguak karakter anggota tata surya dalam kawasan ini, membentuk buku pengetahuan langit terkini yang kian menebal.

Baca juga: Terbesar Sepanjang Sejarah Manusia, Komet Raksasa Masuki Tata Surya Bagian Dalam

Sebaliknya kawasan tata surya bagian luar adalah terra incognita. ‘Tanah’ tak dikenal, yang membentang mulai 2.000 SA hingga 200.000 SA dari Matahari. Bentuk tata surya bagian luar berevolusi dari cakram tebal di tepi dalam menjadi gumpalan mirip bola (globular) di tepi luar.

Kawasan misterius ini adalah ajang hunian sednoid dan kometisimal awan Opik–Oort yang tak terperi banyaknya. Benda–benda langit mirip asteroid berkomposisi es, debu dan bekuan senyawa–senyawa ringan mudah menguap yang beredar mengelilingi Matahari dalam periode orbital jutaan tahun.

Meski Matahari masih mampu mengontrol kawasan ini, namun aneka gangguan eksternal mulai dari papasan bintang tetangga yang kebetulan lewat dekat hingga gaya tidal galaktik Bima Sakti sanggup mengubah dinamikanya. Gangguan–gangguan itu mampu mengirimkan komet–komet baru ke kawasan tata surya bagian dalam, baik sebagai komet berperiode sangat panjang, komet parabolik maupun komet hiperbolik.

Hanya melalui komet–komet inilah pengetahuan kita akan kawasan tepian tata surya nan dingin dan membekukan itu terbentuk.

Oleh karena itu, dunia astronomi memekik gembira manakala sebuah benda langit raksasa dari awan Opik–Oort terdeteksi sedang memasuki kawasan tata surya bagian dalam. Melata dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, komet raksasa Bernardinelli–Bernstein (C/2014 UN271) menggamit banyak perhatian manakala menunjukkan tanda–tanda khas aktivitas komet selagi masih berjarak lebih jauh ketimbang orbit Uranus ke Matahari.

Dalam jarak yang demikian jauh itu, hembusan angin Matahari rupanya telah mulai membuat permukaan kerak dari intikomet raksasa ini (diameter 100–200 km) menyublim dan mulai mengemisikan gas–gas karbonmonoksida dan karbondioksida. Emisi tersebut membentuk struktur atmosfer temporer yang menyelubungi intikomet sebagai kepala (coma) yang khas.

Komet Bernardinelli–Bernstein semula merupakan benda langit 2014 UN271 yang ditemukan lewat kampanye Dark Energy Survey (DES).

DES adalah program pemetaan langit ambisius guna menyelidiki dinamika dan struktur skala besar jagat raya melalui kejadian–kejadian supernova tipe Ia, osilasi akustik barionik, populasi gugus galaksi dan fenomena pelensaan gravitasi lemah. Tujuannya adalah guna mengenali pola–pola baru dalam struktur kosmik yang bisa mengungkap sifat–sifat energi gelap nan misterius dan peranannya dalam percepatan perluasan jagat raya.

Jagat raya yang meluas telah diketahui selama hampir seabad terakhir, dipelopori pengamatan Hubble dan Shapiro bersamaan dengan mencuatnya gagasan relativitas umum yang memesona. Namun perluasan jagat raya yang dipercepat baru diketahui sejak 1998 lalu melalui pengamatan supernova–supernova tipe Ia yang berjarak sangat jauh.

Sejak saat itu pula istilah energi gelap muncul, energi yang bertanggung jawab terhadap percepatan perluasan jagat raya sejak awal kelahirannya.

Proyek pemetaan DES yang melibatkan pendanaan dan para peneliti dari AS, Australia, Brazil, Inggris Raya, Jerman, Spanyol dan Swiss. Mereka bersenjatakan kamera supercanggih yang dipasang pada teleskop raksasa Victor M Blanco (diameter 4 meter) di kompleks Observatorium CerroTololo–Inter America (Chile) guna memetakan langit selatan dalam spektrum cahaya tampak dan inframerah dekat.

Baca juga: Ternyata, Komet Raksasa di Tata Surya 7 Kali Lebih Banyak dari Dugaan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com