Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kotoran Manusia Kuno Beri Petunjuk Runtuhnya Peradaban Suku Maya

Kompas.com - 09/07/2021, 17:02 WIB
Monika Novena,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Siapa sangka kotoran manusia ternyata berguna untuk mengungkap berbagai hal yang terjadi di masa lalu.

Salah satunya adalah kotoran atau tinja milik orang-orang suku Maya. Dalam sebuah studi baru, kotoran tersebut mengungkap petunjuk mengenai runtuhnya peradaban Maya di Amerika Tengah.

Mengutip Science Alert, Jumat (9/7/2021) sampel kotoran purba telah menunjukkan adanya variasi jumlah populasi Maya yang berubah secara signifikan akibat perubahan iklim kontemporer yang sangat kering atau sangat basah.

Baca juga: Tersembunyi Ribuan Tahun, Monumen Suku Maya Terbesar dan Tertua Ditemukan

Setidaknya peneliti mengidentifikasi perubahan populasi tersebut terjadi pada empat periode berbeda yang belum didokumentasikan sebelumnya, yakni 1350-950 SM, 400-210 SM, 90-280 M, dan 730-900 M.

Selain itu, tumpukan kotoran juga menguak bahwa kota Itzan dihuni sekitar 650 lebih awal dari yang ditunjukkan oleh bukti arkeologis sebelumnya.

"Hasil studi ini seharusnya membantu para arkeolog melihat perubahan yang mungkin tak terlihat dalam bukti arkeologis karena bukti tersebut tak pernah ada atau hilang dan hancur," ungkap Benjamin Keenan, ahli biogeokimia dari McGill University, Kanada.

Menurutnya dataran rendah Maya memang tak begitu baik untuk melestarikan bangunan dan catatan kehidupan manusia lainnya karena lingkungan hutan tropis.

Dalam studi ini, peneliti menggunakan metode analisis yang relatif baru yakni berdasarkan stanol tinja atau molekul organik dalam kotoran manusia (dan hewan) yang terawetkan dalam lapisan sedimen di bawah danau dan sungai selama ribuan tahun.

Konsentrasi stanol ini dari waktu ke waktu, seperti yang ditandai oleh lapisan sedimen, dapat memberikan petunjuk kepada peneliti tentang perubahan populasi yang dapat didukung dengan catatan sejarah lainnya.

Sejauh ini, stanol telah terbukti menjadi indikator akurat tentang berapa banyak orang yang tinggal di tempat tertentu pada waktu tertentu.

Stanol sendiri diekstraksi dari danau yang dekat dengan situs Itzan dan diukur berdasarkan apa yang telah diketahui para ahli tentang daerah tersebut selama beberapa ribu tahun terakhir, berdasarkan penemuan dari penggalian arkeologi tradisional.

Kotoran kemudian dicocokkan dengan data iklim historis, termasuk bukti curah hujan (atau kekurangannya) dan tingkat serbuk sari (menunjukkan tutupan vegetasi) yang tertinggal dalam catatan geologis.

Para peneliti menemukan beberapa korelasi tetapi juga beberapa pergeseran populasi baru di lapisan kuno sisa-sisa kotoran.

"Penting bagi masyarakat secara umum untuk mengetahui bahwa ada peradaban sebelum kita yang terpengaruh dan beradaptasi dengan perubahan iklim," papar Peter Douglas, ahli biogeokimia McGill University.

"Dengan menghubungkan bukti perubahan iklim dan populasi, kita dapat mulai melihat hubungan yang jelas antara curah hujan dan kemampuan kota-kota kuno ini untuk mempertahankan populasinya," tambahnya.

Baca juga: Ahli Ungkap Isi Wadah Obat Kuno Milik Suku Maya

Tak hanya itu saja, tim juga dapat menggunakan catatan tinja untuk mengidentifikasi lonjakan populasi sekitar waktu serangan 1697 M oleh Spanyol pada benteng terakhir Maya di daerah tetangga. Kemungkinan lonjakan populasi merupakan pengungsi perang, dan belum didokumentasikan oleh sejarawan hingga saat ini.

Itu mengapa metode penelitian dengan kotoran manusia ini pun dapat menjadi bagian yang berguna bagi peneliiti dalam melacak perubahan populasi di zaman kuno.

"Stanol tinja dapat berfungsi untuk mengetahui perubahan populasi manusia dan hewan di lanskap Mesoamerika juga memberikan wawasan mengenai perubahan penggunaan lahan," tulis peneliti dalam peneliti dalam makalah yang dipublikasikan di Quaternary Science Review.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com