2. Overclaim produk
Persoalan kedua yang kerap terjadi tidak hanya pada kondisi rebutan susu beruang kali ini adalah overclaim produk.
"Selama ini overclaim produk tidak pernah dibenahi pemerintah yang mestinya punya kendali buat negur, semprit (memarahi), bahkan kasih sanksi," kata dia.
3. Literasi gizi minim
Masalah ketiga yang berhubungan dengan persoalan panic buying produk-produk yang belum terbukti berkhasiat atau efektif betul terhadap suatu penyakit ini adalah literasi gizi yang minim.
"Dengan literasi gizi minim, akhirnya ada kepercayaan-kepercayaan yang dibentuk sebagai opini publik. Apa yang mestinya mitos, dijadikan seakan-akan kebenaran. Sebaliknya, yang fakta ilmiah sama sekali tidak digubris," ucap dia.
"Enggak usah jauh-jauh soal susu beruang, susu pertumbuhan anak yang disebut bikin anak pintar dan berbudi gimana?" imbuhnya.
Baca juga: Kenapa Puluhan Tenaga Kesehatan Meninggal Meski Sudah Vaksin Sinovac?
4. Tipe publik Indonesia
Faktor lainnya mengapa kerusuhan panic buying suatu produk ini terjadi, menurut Tan, adalah karena publik Indonesia tipe yang tidak mau berpikir dengan nalar, apalagi dianggap nalar itu ribet.
"Jadi kalau sakit, yang diburu solusi, bukan evaluasi. Nah, ini dimanfaatkan pedagang kan?" tuturnya.
Padahal, cara terbaik untuk memperbaiki dan mencegah infeksi tidak hanya Covid-19, tetapi penyakit lainnya juga, adalah mengevaluasi seperti apa pola hidup yang dijalani. Evaluasi itu mengenai apakah makan, tidur, asupan, dan kebersihan sudah dijaga serta diterapkan dengan sebaik mungkin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.