Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Ungkap Gejala Varian Delta yang Berbeda dari Gejala Klasik Covid-19

Kompas.com - 18/06/2021, 13:05 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

Sumber CNBC

KOMPAS.com - Varian Delta Covid-19 yang awalnya ditemukan di India kini menyebar ke seluruh dunia, bahkan menjadi strain dominan di beberapa negara, seperti Inggris, dan kemungkinan juga di negara lain.

Pada Rabu (16/6/2021), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, varian tersebut telah terdeteksi di lebih dari 80 negara dan terus bermutasi saat menyebar.

Penelitian telah menunjukkan varian Delta ini bahkan lebih menular daripada varian lainnya.

Baca juga: Varian Delta Lebih Menular dan Bisa Kelabui Sistem Kekebalan, Ini Penyebabnya

Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa data menunjukkan, varian Delta sekitar 60 persen lebih menular daripada varian Alpha, yang sebelumnya dikenal sebagai varian Inggris, sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan rawat inap.

Pejabat WHO mengatakan, ada laporan bahwa varian Delta juga menyebabkan gejala yang lebih parah, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi kesimpulan tersebut.

Meski demikian, ada tanda-tanda bahwa varian Delta dapat memicu gejala yang berbeda dari gejala Covid-19 yang sering muncul sebelumnya.

Gejala varian Delta yang harus diperhatikan

Selama pandemi, pemerintah di seluruh dunia telah memperingatkan bahwa gejala utama Covid-19 adalah demam, batuk terus-menerus, dan kehilangan rasa atau penciuman dengan beberapa variasi.

Daftar gejala terbaru CDC, misalnya, termasuk kelelahan, nyeri otot atau tubuh, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, mual atau muntah, dan diare sebagai kemungkinan gejala infeksi.

Di sisi lain, ada jutaan orang yang mengidap Covid-19 tanpa gejala sama sekali dengan tingkat penularan tanpa gejala yang masih diselidiki oleh para ilmuwan.

Tetapi, menurut para ahli, varian Delta tampaknya memicu berbagai gejala yang berbeda.

Tim Spector, seorang profesor epidemiologi genetik di King's College London, menjalankan studi Zoe Covid Symptom, sebuah studi berbasis di Inggris yang memungkinkan masyarakat untuk memasukkan gejala Covid-19 yang mereka alami pada sebuah aplikasi, sehingga memungkinkan para ilmuwan untuk kemudian menganalisis data.

“Covid-19 tampak bertindak berbeda sekarang. Ini lebih seperti flu yang buruk pada populasi yang lebih muda dan orang-orang tidak menyadarinya, sehingga belum ditemukan dalam informasi pemerintah mana pun,” kata Spector.

Sejak awal Mei, dikatakan Spector, gejala teratas yang terlihat pada pengguna aplikasi tidak sama seperti sebelumnya.

“Gejala nomor satu adalah sakit kepala, kemudian diikuti oleh sakit tenggorokan, pilek, dan demam.”

Sementara gejala klasik Covid-19 seperti batuk dan kehilangan penciuman, jauh lebih jarang ditemukan sekarang. Banyak orang berusia muda justru mengalami pilek.

Varian Alpha yang pertama kali ditemukan di Inggris menyoroti munculnya serangkaian gejala yang lebih luas.

Sebuah studi terhadap lebih dari satu juta orang di Inggris dalam studi REACT (yang melacak transmisi komunitas virus di Inggris) yang dilakukan antara Juni 2020 hingga Januari 2021 mengungkapkan, gejala tambahan yang terkait dengan virus corona termasuk kedinginan, kehilangan nafsu makan, sakit kepala dan nyeri otot, di samping gejala 'klasik'.

Baca juga: Ahli Jelaskan Bagaimana Varian Delta Virus Corona Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19

Ilustrasi COVID-19 varian deltaShutterstock Ilustrasi COVID-19 varian delta

Varian yang harus diperhatikan

Minggu ini varian Delta diklasifikasikan kembali sebagai varian yang menjadi perhatian (variant of concern) oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), berdasarkan bukti yang semakin banyak bahwa varian Delta menyebar lebih mudah dan menyebabkan kasus yang lebih parah jika dibandingkan dengan varian lain, termasuk B. 1.1.7 (Alpha). Demikian kata CDC dalam sebuah pernyataan kepada NBC News.

Dr Scott Gottlieb, mantan komisaris Food and Drug Administration, mengatakan, varian Delta kemungkinan juga akan menjadi strain dominan di AS dan dapat terus meningkat.

Di Inggris, saat ini varian Delta juga bertanggung jawab atas sebagian besar infeksi baru, menyebabkan lonjakan kasus di kalangan anak muda dan yang tidak divaksinasi, dan bahkan menyebabkan peningkatan rawat inap pada kelompok tersebut.

Baca juga: Muncul Virus Corona Varian Delta Plus, Ahli Ingatkan Disiplin Protokol Kesehatan

Penyebaran varian Delta juga telah mendorong Inggris untuk menunda pelonggaran lebih lanjut dari pembatasan Covid-19.

Program vaksinasi Covid-19 diharapkan dapat menghentikan penyebaran liar varian Delta, sehingga harus terus dilakukan untuk melindungi generasi muda yang mungkin belum sepenuhnya divaksinasi.

Analisis dari Public Health England yang dirilis pada hari Senin menunjukkan bahwa dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech atau Oxford-AstraZeneca Covid-19 sangat efektif mencegah rawat inap akibat terinfeksi Covid-19 varian Delta.

Profesor Paul Elliott, direktur program REACT dari Imperial's School of Public Health, mengatakan, pihaknya menemukan bukti kuat untuk pertumbuhan eksponensial infeksi dari akhir Mei hingga awal Juni.

Di mana data tersebut bertepatan dengan varian Delta yang mendominasi, sehingga sangat penting untuk terus memantau tingkat infeksi dari varian Delta.

Sebelumnya, peneliti telah ditemukan bahwa hubungan antara infeksi, rawat inap, dan kematian telah melemah sejak Februari, yang mana ini menunjukkan program vaksinasi berhasil menekan angka rawat inap dan kematian pada orang yang terinfeksi Covid-19.

Sayangnya, sejak akhir April, tren rawat inap pada orang yang terinfeksi Covid-19 kembali naik.

Sebagian besar infeksi varian Delta terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi juga meningkat pada orang tua.

Baca juga: Varian Virus Corona Delta Menggandakan Risiko Rawat Inap, Ini Risetnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com