Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu El Nino, Fenomena yang Menyebabkan Panas di Indonesia

Kompas.com - 25/05/2021, 19:02 WIB
Nadia Faradiba

Penulis

KOMPAS.com - Biasanya Indonesia mengalami musim kemarau pada bulan April sampai bulan Oktober. Namun, waktu itu tidak pasti dan bisa bergeser. Salah satu faktor yang bisa mengubah waktu musim kemarau adalah El Nino.

El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti anak Tuhan. Awalnya terminologi ini digunakan oleh nelayan di Pantai Ekuador untuk menunjukkan adanya arus panas yang muncul saat natal hingga beberapa bulan berikutnya.

Pada masa tersebut, jumlah ikan menurun akibat arus panas. Nelayan biasanya memanfaatkan masa itu untuk istirahat melaut dan menghabiskan waktu bersama keluarga.

Dari penjelasan di atas, maka El Nino bisa diartikan sebagai fenomena naiknya suhu permukaan laut Samudra Pasifik di atas normal. El Nino memberi dampak tidak hanya kepada Indonesia, namun juga ke kawasan Amerika Latin, seperti Peru.

Baca juga: Laporan PBB: 2017 adalah Tahun Terpanas Tanpa El Nino dalam Satu Abad

Proses terjadinya El Nino

Terjadinya El Nino disebabkan oleh meningkatnya suhu di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur. Hal ini akan memuat suhu udara dan kelembaban udara di atasnya akan meningkat. Pada kawasan tersebut, yang akan terjadi adalah menjadi lebih sering turun hujan.

El Nino menyebabkan musim kemarau dan berkurangnya curah hujan di Indonesia. Namun, di Amerika Latin, El Nino justru menyebabkan naiknya curah hujan di wilayah tersebut. Beberapa tahun terakhir, arus panas itu terjadi di bulan Mei.

Bagaimana El Nino mempengaruhi hujan di Indonesia

Walaupun El Nino terjadi di bagian tengah hingga timur Samudra Pasifik, terdapat Sirkulasi Walker yang berputar sejajar dengan garis khatulistiwa.

Di Indonesia, Sirkulasi Walker berbentuk konvergen atau naik pada saat netral. Hal ini menyebabkan pembentukan awan ke langit.

Baca juga: Musim Kemarau di Indonesia: Faktor-faktor yang Memengaruhi

 

Namun, jika terjadi El Nino, Sirkulasi Walker melemah sehingga sirkulasi di Indonesia akan berbentuk sibsiden atau turun. Melemahnya sirkulasi ini akan berdampak pembentukan awan hujan berkurang dan memicu Indonesia memasuki musim kemarau.

Sebaliknya, pada saat Sirkulasi Walker melemah, pembentukan awan akan terpusat di perairan Pasifik dan menyebabkan curah hujan yang tinggi di sana.

Mengidentifikasi El Nino

Untuk mampu memprediksi musim kemarau di Indonesia, maka perlu dilakukan identifikasi kejadian El Nino di Samudra pasifik. El Nino diindikasikan dengan terdapatnya perbdaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin yang disebut dengan Osilasi Selatan.

Osilasi Selatan menunjukkan perbedaan tinggi tekanan udara di Indonesia atau Pasifik Ekuator Barat dengan Pasifik Ekuator Timur, serta kuat atau lemahnya Sirkulasi Walker.

Nilai perbedaan tekanan yang terjadi disebut dengan Indeks Osilasi atau Southern Oscillation Index (SOI). Jika nilainya negatif, artinya tekanan atmosfer Tahiti lebih rendah daripada tekanan atmosfer Darwin.

Baca juga: Fenomena La Nina Picu Potensi Musim Kemarau Basah 2021

Kondisi dapat dikatakan El Nino jika nilai SOI-nya positif. Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika mengklasifikasikan intensitas El Nino menjadi tiga kategori, yaitu El Nino lemah, moderat, dan kuat. El Nino rendah memiliki nilai SOI 0,5-1,0, El Nino moderat memiliki indeks SOI 1,0-2,0, dan El Nino kuat jika indeks SOI lebih dari 2,0.

Penentuan intensitas El Nino bukanlah pengukuran sesaat. El Nino bisa ditentukan jika indeks SOI terpantau terjadi selama minimal tiga bulan berturut-turut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com