Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Terjadinya Hujan dan Penjelasannya Menurut Sains

Kompas.com - 20/05/2021, 10:04 WIB
Nadia Faradiba

Penulis

KOMPAS.com - Kehidupan manusia sangat tergantung dengan keberadaan air. Salah satu sumber air adalah hujan. Hujan menjadi sumber air yang penting jika sumber air bersih lainnya seperti sungai, danau, atau sumur tidak bisa diakses.

Air hujan sangat bermanfaat untuk pengairan lahan pertanian, industri, hingga pembangkit listrik. Air hujan bisa digunakan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama.

Air hujan tidak sesederhana air yang turun dari langit. Proses terjadinya hujan tidak terlepas dari proses siklus air. Tahapan terjadinya hujan secara umum terbagi menjadi tiga tahap: evaporasi, kondensasi, dan presipitasi.

Evaporasi

Tahapan pertama adalah evaporasi. Evaporasi adalah proses penguapan air. Panasnya suhu bumi dari matahari akan membuat air yang ada di sungai, danau, dan laut akan menguap menjadi butiran atau uap air. Uap air ini akan naik ke atmosfer dan menggumpal menjadi awan.

Semakin panas suhu udara, maka semakin banyak air yang akan menguap ke udara. Sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya hujan semakin besar.

Baca juga: [POPULER SAINS] Rupa Hujan di Planet Lain | BMKG Deteksi Siklon Tropis 94W

Kondensasi

Tahapan kedua adalah kondensasi. Uap air dari proses penguapan atau evaporasi akan naik ke atmosfer dan mengalami kondensasi atau pengembunan. Pada proses ini, uap air akan berubah menjadi partikel yang sangat kecil.

Perubahan uap air menjadi es ini dipengaruhi perbedaan suhu pada perbedaan ketinggian awan di udara. Semakin tinggi awan yang terbentuk, makin suhu akan semakin dingin. Begitu pula dengan uap air akan dingin dan berubah menjadi es.

Presipitasi

Proses yang ketiga adalah presipitasi. Presipitasi adalah proses mencairnya butiran es di awan, lalu turun menjadi titik-titik hujan ke bumi.

Awan yang sudah terbentuk pada proses sebelumnya mungkin tertiup angin dan terbawa sehingga menjadi turun hujan di tempat yang lain dari proses sebelumnya. Awan yang sudah terlalu padat dengan uap air dan tidak sanggup lagi menahan beban air akan jatuh ke daratan menjadi titik-titik hujan.

Titik-titik hujan bervariasi ukurannya dari 0,5 milimeter atau lebih besar. Sedangkan gerimis berukuran kurang dari 0,5 milimeter.

Ukuran ini biasanya bervariasi berdasarkan lokasi awan yang menurunkan hujan. Gerimis diturunkan oleh awan dangkal, sedangkan hujan deras diturunkan oleh awan dengan tinggi menengah atau sangat tinggi.

Karena posisi hujan yang sangat tinggi, udara di tempat awan berada sangat dingin dan biasanya hujan akan jatuh sebagai salju atau es.

Semakin menurun mendekati daratan, es tersebut akan mencair menjadi air hujan. Hal ini disebabkan karena semakin mendekati daratan, suhu akan semakin menghangat dan mencairkan titik-titik es.

Baca juga: Seperti Apa Rupa Hujan di Planet Lain? Ini Gambarannya

Setiap belahan bumi memiliki curah hujan yang berbeda-beda. Contohnya di padang pasir curah hujannya hanya kurang dari 10 milimeter hujan per tahun. Berbeda dengan wilayah Indonesia yang rata-rata memiliki curah hujan 2.000-3.000 milimeter per tahun.

Hujan asam

Awan yang terdiri dari gumpalan uap air, juga mengandung partikel lain seperti debu, garam, asap, dan polutan. Jika awan mengandung senyawa sulfur dioksida dan nitrogen oksida, lalu kedua zat ini berinteraksi dengan air, ini akan menjadi hujan asam. Hujan asam sangat berbahaya bagi tanaman, binatang dan tanaman laut, dan tanah.

Sulfur dioksida dan nitrogen dioksida sebenarnya terkandung di dalam udara normal. Namun, pada beberapa kondisi, kedua senyawa ini meningkat kadarnya di udara. Kondisi yang bisa menyebabkan kedua zat ini meningkat adalah erupsi gunung berapi dan asap pembakaran bahan bakar fosil.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com