Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/05/2021, 09:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Status Indonesia masih berada di urutan keempat dunia dan urutan kedua di Aisa Tenggara terkait kasus balita stunting.

Diketahui, jumlah kasus stunting di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 27,67 persen. Angka itu berhasil ditekan dari 37,8 persen pada tahun 2013.

Namun, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu kurang dari 20 persen.

Baca juga: Cara Mencegah Stunting sejak 1.000 Hari Pertama Kehidupan Anak

Selain itu, Presiden Joko Widodo pada Januari 2021 menargetkan pada tahun 2024 kasus stunting di Indonesia bisa ditekan hingga berada di angka 14 persen dan angka kematian ibu bisa ditekan hingga di bawah 183 kasus per 100.000 ibu melahirkan.

Sinteisa Sunarjo selaku Group Business Unit Head Woman Nutrition Kalbe Nutritionals mengatakan, kondisi kasus stunting yang memprihatinkan ini perlu penanganan intensif dan kolaboratif.

"Mengingat kompleksitas masalah stunting di Indonesia, dibutuhkan sinergi semua pihak untuk mengatasi stunting," kata Sinteisa dalam peluncuran program kolaborasi BKKBN, "Prenagen dan Klikdokter bertajuk Smart Sharing: Program Kerja Sama Penurunan Angka Stunting di Indonesia", Selasa (18/5/2021).

Studi observasional dan program intervensi gizi

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG(K) mengatakan, untuk menurunkan angka kasus stunting di Indonesia harus dilakukan dari hulu ke hilir.

"Stunting harus ditekan dari hulu ke hilir, mulai dari program edukasi hingga intervensi gizi untuk mencegah anak gagal tumbuh," ujarnya.

Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi. Selain itu, juga harus diperhatikan pengamatan terhadap kondisi gizi anak. 

Masalahnya, pandemi telah mengakibatkan kegiatan posyandu di banyak daerah terhenti. Padahal, selama ini posyandu berperan besar sebagai langkah awal pengawasan gizi anak. 

"Kami berharap kolaborasi ini menjadi cara alternatif agar gizi dan kesehatan anak di Indonesia terpantau,” jelas Hasto.

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang diwakili Direktur Bina Akses Pelayanan Keluarga Berencana BKKBN dr Zamhir Setiawan, M.Epid mengatakan bahwa program smart sharing yang dimulai pada April 2021 bertujuan memberikan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat.

Terutama bagaimana tentang mempersiapkan ketahanan kesehatan keluarga untuk mencegah stunting, menurunkan angka kematian ibu melahirkan, dan menurunkan angka kematian bayi.

Baca juga: Anak Stunting, Apa yang Dilakukan agar Tumbuh Kembang Membaik?

Ilustrasi stuntingShutterstock/Pizza Stereo Ilustrasi stunting

Disebutkan, salah satu aspek penting yang akan dijalankan melalui program smart sharing ini adalah rencana melakukan studi observasional dan program intervensi gizi.

Rencana tersebut diberlakukan terhadap para ibu hamil, ibu menyusui dan bayi dengan memberikan asupan gizi yang baik.

Hal ini ikatakan Sinteisa, sebagai bagian dari upaya penanggulangan stunting berupa penelitian mendalam terhadap tiga kelompok pengujian yaitu ibu hamil dengan usia kandungan 4-6 bulan, ibu menyusui bayi usia 0-3 bulan, dan bayi usia 6-9 bulan.

Studi observasional dan program intervensi gizi ini bertujuan membantu memberikan asupan bernutrisi kepada ibu yang sedang hamil, ibu menyusui, dan bayi usia 6-9 bulan dan mengukur seberapa efektif pengaruhnya terhadap kesehatan ibu dan perkembangan janinnya, serta tumbuh kembang bayi.

“Sepuluh tahun terakhir, kita bisa melihat dunia digital telah menjadi stimulus bagi perubahan sosial di negeri ini," kata Dino Bramanto, Diraktur Utama PT Medika Komunika Teknologi (Klikdokter)

"Jadi, sebaiknya kita manfaatkan juga untuk memecahkan masalah-masalah besar bangsa ini, salah satunya adalah menekan angka stunting ini," tambahnya.

Baca juga: 3 Cara Mencegah Stunting pada Anak, Penuhi Kebutuhan Nutrisi Ibu Ketika Hamil

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com