KOMPAS.com - Viral di media sosial video mengenai kasir Indomaret dituntut mengembalikan uang pembayaran voucer game online senilai Rp 800.000.
Usut punya usut, pria dalam video tersebut protes karena kasir mengizinkan anaknya membeli voucer game seharga Rp 800.000.
"Kalau dia dewasa mau lepas tangan oke, tapi dia di bawah umur," kata orangtua di dalam video yang beredar.
Selain itu, pria tersebut juga menuding kasir Indomaret hanya mengejar untung tanpa memedulikan privasi pembeli.
"Beli game online anak di bawah umur kelas 6 SD. Berarti tidak ada menjaga privasi konsumen, hanya mencari keuntungan," ucap pria tersebut.
Baca juga: Viral, Video Orangtua Marahi Kasir Indomaret karena Anaknya Beli Voucher Game Online Rp 800.000
Terlepas dari kasus tersebut, apakah hobi main game bisa menjadi kecanduan dan pada titik seperti apa disebut kecanduan?
Pada 18 Juni 2018, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menetapkan kecanduan game atau game disorder sebagai gangguan mental.
Hal ini setelah WHO menambahkan kecanduan game ke dalam versi terbaru International Classification of Diseases (ICD), Senin (18/6/2018).
ICD merupakan sistem yang berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyebab yang dikeluarkan WHO.
Berkaitan dengan kecanduan game, WHO memasukkannya ke daftar "disorders due to addictive behavior" atau penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Dirangkum Science Alert, Selasa (19/6/2018), kecanduan game bisa disebut penyakit bila memenuhi tiga hal, yakni:
WHO mengatakan, ketiga hal ini harus terjadi atau terlihat selama satu tahun sebelum diagnosis dibuat.
Selain itu, WHO mengatakan, permainan di sini mencakup berbagai jenis permainan yang dimainkan seorang diri atau bersama orang lain, baik itu online maupun offline.
Meski demikian, bukan berarti semua jenis permainan bersifat adiktif dan dapat menyebabkan gangguan.
"Bermain game disebut sebagai gangguan mental hanya apabila permainan itu mengganggu atau merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pekerjaan, dan pendidikan," menurut WHO.