Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 21/04/2022, 18:13 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com- Salah satu malam istimewa di bulan Ramadhan adalah peristiwa Lailatul Qadar. Adalah malam di sepuluh hari terakhir di setiap Ramadhan.

Pembimbing dan Pendamping Forum Kajian Ilmu Falak (FKIF) Gombong dan Majelis Kajian Ilmu Falak (MKF) Kebumen, Jawa Tengah Marufin Sudibyo, mengatakan setiap Ramadhan, terselip malam kemuliaan yakni yang disebut lailatul qadar.

"Adalah malam yang lebih baik ketimbang seribu bulan kalender," kata Marufin kepada Kompas.com, Jumat (7/5/2021).

Marufin mengatakan malam Lailatul Qadar adalah malam ketika para malaikat turun ke Bumi.

"Menarik sekali manakala kita mengaitkan malam kemuliaan ini dengan perspektif manusia modern tentang keluasan jagad raya," ungkapnya.

Rasulullah SAW dalam sejumlah sabdanya mengisyaratkan kapan malam Lailatul Qadar yang penuh berkah tersebut terjadi, yakni disampaikan bahwa malam itu terjadi pada satu malam di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Kapan datangnya malam Lailatul Qadar?

Lebih lanjut Marufin menjelaskan dalam perspektif ijthadiyah, ulama besar Imam al–Ghazali dalam kitab Ianatut Thalibin menyajikan kemungkinan untuk memprakirakan malam kemuliaan berdasarkan hari terjadinya tanggal 1 Ramadhan.

Baca juga: Adakah Tanda-tanda Astronomi dari Malam Lailatul Qadar?

Apabila awal Ramadhan bertepatan dengan hari Selasa atau Jumat, maka malam kemuliaan, yakni malam Lailatul Qadar mungkin akan bertepatan dengan tanggal 27 Ramadhan.

"Meski demikian ini perlu digarisbawahi bahwa indikasi ini bukanlah rumus eksak yang pasti akan terjadi. Karena tidak ada yang tahu pasti kapan malam kemuliaan terjadi dan itu menjadi bagian dari rahasia–Nya," jelas Marufin.

Kendati demikian, terlepas dari kapan waktunya, menurut Marufin, malam lailatul qadar memiliki hubungan yang sangat erat dengan alam semesta atau jagad raya.

Marufin mengatakan bahwa malam kemuliaan ini ditandai dengan situasi yang tenang dan langit yang cerah namun gelap tanpa taburan sumber cahaya lain kecuali bintang-bintang.

Makhluk–makhluk yang diciptakan dari cahaya turun ke Bumi untuk beragam urusan.

"Cukup menarik bahwa cahaya dan waktu sebagaimana yang kita ketahui pada saat ini menjadi dua komponen terpenting dalam memahami jagat raya kita," imbuhnya.

Malam lailatul qadar di bulan Ramadhan, di dalam Al Qur'an, kata Marufin, dinyatakan bahwa sehari setara dengan seribu malam yang tercantum dalam Surat Al-Hall ayat 47. Serta, sehari setara juga dengan 50.000 tahun yang tertuang dalam Al Qur'an Surat Al Maarij ayat 4.

Baca juga: Kapan Malam Lailatul Qadar 2022? Ketahui Tanda-tandanya

Ilustrasi lubang hitam supermasif, rahasia alam semesta, misteri jagad raya.SHUTTERSTOCK/Jurik Peter Ilustrasi lubang hitam supermasif, rahasia alam semesta, misteri jagad raya.

"Pemuluran waktu (dilatasi waktu) merupakan salah satu fenomena yang harus dihadapi setiap obyek manakala melaju mendekati kecepatan cahaya," jelas Marufin.

Menjelaskan bagaimana malam lailatul qadar terkait dengan jagad raya, lebih lanjut Marufin mengungkapkan bahwa hal ini merupakan fundamen relativitas.

Manakala setiap identitas yang dimiliki setiap benda dalam di jagat raya yang bergantung sepenuhnya pada bagaimana dia bergerak relatif terhadap kecepatan cahaya dan bagaimana dipengaruhi distribusi benda–benda langit yang demikian heterogen.

Fenomena yang baru diketahui di abad ke–20 ini tentu mengejutkan, mengingat untuk periode yang sangat lama umat manusia beranggapan waktu adalah tetap. Dan waktu dapat diukur, salah satunya dengan menggunakan panduan benda–benda langit yang teratur.

Marufin menjelaskan bahwa, teori relativitas mendeskripsikan bahwa jagat raya tersusun atas ruang–waktu, yang merupakan jalinan dari 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu sedemikian rupa.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Ada Berapa Banyak Bintang di Jagad Raya ini?

 "Hadirnya benda–benda masif seperti bintang, gugus bintang hingga galaksi menyebabkan ruang dan waktu terdistorsi sedemikian rupa sehingga melengkung," kata Marufin.

Kian besar medan gravitasi yang ditimbulkan oleh benda masif tersebut, maka lanjut Marufin, akan kian tinggi pula derajat kelengkungannya.

Bumi mengelilingi Matahari sedemikian rupa karena gravitasi Matahari melengkungkan ruang–waktu di sekelilingnya, sehingga Bumi tak punya pilihan lain kecuali bergerak dalam lengkungan tersebut.

Bahkan seberkas cahaya yang melintas di dekat Matahari pun tak punya pilihan sehingga memiliki lintasan yang melengkung.

Gravitasi dan distorsi ruang–waktu inilah, jelas Marufin, yang membentuk jagat raya kita dengan keluasannya yang luar biasa besar.

"Dalam seabad terakhir perkembangan pengetahuan kita tentang langit dan semesta raya telah demikian meluas," imbuhnya.

Baca juga: Jangan Lewatkan Malam Ini, Konjungsi Bulan dan Antares Bintang Ganda Mirip Mars

Bintang Sirius, bintang paling terang di alam semesta. Sirius adalah satu-satunya nama bintang yang disebutkan dalam Al Qur'an, dengan nama bintang Syi'ra dan merupakan bintang tunggal yang disebut Najm dalam astronomi Islam.Akira Fujii/Hubble European Space Agency via WIKIMEDIA COMMONS Bintang Sirius, bintang paling terang di alam semesta. Sirius adalah satu-satunya nama bintang yang disebutkan dalam Al Qur'an, dengan nama bintang Syi'ra dan merupakan bintang tunggal yang disebut Najm dalam astronomi Islam.

Menurut astronom amatir Indonesia ini, jika pada 150 tahun yang lalu diskursus tentang jagat raya hanya didominasi oleh tata surya yang ‘besar’ dengan bintang–bintang umumnya hanya sebagai pelengkap.

Maka pada saat ini, jagat raya dipahami sebagai ruang yang sangat besar dengan lebih dari 200 miliar galaksi menjadi penghuninya. Tata surya kini dipahami hanyalah sebutir debu saja, atau bahkan lebih kecil lagi, dibanding keseluruhan jagat raya.

Dinamika jagad raya

Meski pandangan ini telah mulai runtuh sejak Copernicus memaparkan gagasan heliosentrisnya, yang didukung oleh hasil pengamatan Galileo Galilei dan generasi astronom kemudian.

Bagaimanapun sejauh ini dipahami bahwa jagat raya seakan tercipta, berkembang dan berdinamika guna sebagai buaian peradaban manusia.

"Inilah asas antropik, yang menegaskan kehadiran manusia yang tak sekadar makhluk cerdas pengagum langit, namun juga sebagai faktor penting dalam dinamika jagat raya masa kini," imbuh Marufin.

Baca juga: Selempang Galaksi Bima Sakti Hiasi Langit Ramadhan saat Sahur

Marufin menambahkan bahwa distorsi ruang–waktu akan cukup ekstrem pada benda–benda langit eksotik supermasif, yakni benda–benda langit yang kecil, namun sangat padat, sehingga medan gravitasinya sangat besar, misalnya lubang hitam.

Lubang hitam adalah produk akhir evolusi bintang masif yang terbentuk pasca-peristiwa supernova ini membengkokkan ruang dan waktu sedemikian rupa.

"Sehingga membentuk asimtot, ‘sumur–tanpa–dasar’ yang masih ditelusuri ujungnya dalam kajian ilmu pengetahuan terkini," ungkap Marfuin.

"Meski terdapat beberapa taksiran, misalnya ‘sumur’ tersebut berujung pada bagian lain dari jagat raya kita sehingga merupakan suatu ‘terowongan’," imbuh dia.

Menurut Marufin, sangat menarik bahwa malam kemuliaan, yakni malam lailatul qadar di bulan Ramadhan, dapat dipahami sebagai malam di mana arus informasi ke langit berjalan dalam tingkat yang jauh lebih tinggi ketimbang malam–malam di hari–hari normal lainnya.

Baca juga: Fase Bulan Hiasi Malam Ramadhan, dari Sabit hingga Bulan Purnama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com