Sitokin yang keluar dalam jumlah sedikit tidak memiliki pengaruh pada kondisi paru pasien, atau keadaan paru-parunya tidak bermasalah.
Akan tetapi kalau jumlah sitokin yang dikeluarkan di paru-paru sudah banyak, disebut sebagai badai sitokin, maka itu akan membuat organ pernapasan ini sangat padat dan kaku.
"Itulah yang membuat dia (pasien) sesak, susah bernapas, dan itu yang bisa menyebabkan meninggal," kata Erlina dalam pemberitaan Kompas.com, (20/2/2020).
Namun, Erlina juga menegaskan, badai sitokin yang dialami pasien Covid-19 tidak semuanya berujung pada kematian.
Baca juga: Peneliti Ungkap Badai Sitokin Sebabkan Delirium, Kebingungan yang Dialami Pasien Covid-19
Kematian akibat badai sitokin ini tergantung pada daya tahan atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus yang masuk, juga jumlah virus yang masuk.
"Ya kalau virusnya sedikit, imunnya kuat, ya virusnya kalah, orangnya sembuh," tuturnya.
Namun, jika kondisi imun pasien rendah dan jumlah virus yang masuk banyak, virus itu menang dan terjadilah semua reaksi di dalam tubuh.
Masih dalam unggahan Instagramnya, Joanna Alexandra juga menyebutkan bahwa almarhum suaminya, Raditya Oloan memang memiliki komorbid asma dan ginjal yang kurang berfungsi dengan baik.
Baca juga: Peneliti Ungkap Badai Sitokin pada Pasien Covid-19 Tidak Jelas, Ini Paparannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.