Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2021, 07:01 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com - Dalam ibadah umat Islam, terdapat lima waktu shalat yang ternyata kedudukan dan cahaya matahari menjadi pedoman penentu waktu subuh dan isya.

Lantas, bagaimana menentukan waktu shalat ini?

Baik secara langsung maupun tidak langsung, lima waktu shalat sebagai ibadah umat Islam ditentukan dari kedudukan atau posisi matahari.

Akhir-akhir ini, terdapat diskursus tentang awal waktu subuh di Indonesia.

Pembimbing dan Pendamping Forum Kajian Ilmu Falak (FKIF) Gombong dan Majelis Kajian Ilmu Falak (MKF) Kebumen, Jawa Tengah, Marufin Sudibyo mengungkapkan bahwa ada beberapa pertanyaan menyeruak terkait penggunaan sudut depresi matahari 20 derajat di bawah horizon.

Yakni penggunaan sudut tersebut sebagai kriteria awal waktu subuh yang selama ini berlaku di Indonesia.

Nahdlatul Ulama (NU) melalui Lembaga Falakiyah PBNU telah menyampaikan hasil kajiannya yang bertumpu pada ilmu fikih dan falak sekaligus.

 

Baca juga: Lembayung Saat Matahari Terbenam Tak Cuma Kata Sastra, Ini Penjelasan Astronominya

 

Dalam pandangan kriteria awal waktu subuh di Indonesia tetap menggunakan sudut depresi matahari 20 derajat di bawah ufuk timur.

"Karena memiliki landasan fikih yang kuat dan ditopang oleh hasil pengamatan–pengamatan ilmu falak yang valid dan reliabel," kata Marufin kepada Kompas.com, Kamis (29/4/2021).

Di sisi yang berbeda, Muhammadiyah menyampaikan perlunya perubahan kriteria awal waktu subuh dengan mengusulkan penggunaan sudut depresi matahari 18 derajat di bawah horizon.

Kedudukan matahari dan waktu shalat

Shalat adalah ibadah yang esensial bagi setiap umat Is;am dan tergolong ke dalam salah satu Rukun Islam.

Baca juga: 6 Manfaat Energi Matahari untuk Kehidupan Manusia

 

Marufin menjelaskan kedudukan matahari yang dapat dilihat secara langsung untuk menentukan awal waktu dzuhur, awal waktu ashar, dan awal waktu maghrib.

Sebaliknya, posisi matahari yang tak dapat dilihat secara langsung, tetapi gejala–gejalanya dapat disaksikan, dapat menentukan awal waktu isya dan awal waktu subuh.

Lebih lanjut, Marufin menambahkan bahwa waktu isya diawali dengan menghilangnya cahaya senja merah, jauh setelah matahari terbenam. Sedangkan waktu subuh dimulai lewat terbitnya cahaya fajar, jauh sebelum terbitnya mentari.

"Baik cahaya senja maupun cahaya fajar merupakan efek pembiasan, hamburan dan serapan berkas cahaya sang surya oleh lapisan–lapisan atmosfer Bumi," ungkap Marufin menjelaskan kedudukan matahari dalam menentukan waktu shalat.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Apakah Matahari juga Berotasi?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com