Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Jadi Korban Ghosting Sangat Menyakitkan? Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 29/04/2021, 18:33 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com – Apa yang dirasakan ketika pasangan atau teman dekat tiba-tiba menghilang tanpa pesan, tanpa penjelasan sama sekali?

Tentu perasaan bingung dan sakit hati akan dirasakan oleh siapapun yang menjadi korban ghosting.

Ia ditinggalkan dengan beribu pertanyaan, “kesalahan apa yang telah saya perbuat?”, “apa dia akan menghubungi lagi?”, “apa saya harus mencarinya?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berujung pada keraguan terhadap diri sendiri.

Sebenarnya, ghosting bukanlah hal yang baru. Namun, dalam budaya kencan saat ini, fenomena ghosting dialami sekitar 50 persen pria dan wanita.

Terlepas dari seberapa umum fenomena ghosting, efek emosionalnya dapat menghancurkan dan merusak, apalagi bagi orang yang memiliki harga diri yang rapuh.

Baca juga: Kerumunan Suporter Bola, Solusi dari Psikolog agar Tak Rusuh

Mengapa ghosting sangat menyakitkan?

Bagi banyak orang, ghosting dapat menimbulkan perasaan tidak dihargai, dimanfaatkan, dan dibuang.

Jennice Vilhauer Ph.D, seorang psikolog yang berbasis di Los Angeles, menjelaskan mengapa menjadi korban ghosting sangat menyakitkan.

Dilansir dari Psychology Today, ghosting merupakan akhir dari silent treatment, yang sering dianggap oleh profesional kesehatan mental sebagai bentuk kekejaman emosional.

Ghosting pada dasarnya akan membuat korbannya merasa tidak berdaya karena tidak diberi kesempatan untuk tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Perilaku ghosting akan membungkam korbannya dan mencegahnya mengekspresikan emosi.
Terlepas dari tujuan sang pelaku, ghosting yang merupakan taktik interpersonal pasif-agresif dapat meninggalkan luka psikologis yang mendalam.

Baca juga: Fans Ikatan Cinta Serang Akun Instagram Istri Arya Saloka, Ini Kata Psikolog

Secara biologis, penolakan sosial mengaktifkan jalur rasa sakit yang sama di otak seperti rasa sakit fisik.

Menurut Vilhauer, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penolakan menyebabkan tingkat rasa sakit yang sama dengan yang disebabkan oleh cedera fisik.

Bahkan, Vilhauer mengatakan bahwa Tylenol, yang merupakan obat pereda nyeri dan demam, dapat membantu mengurangi rasa sakit emosional.

“Saya pikir itu menjelaskan mengapa begitu banyak orang mencoba mati rasa ketika merasakan sakit emosional, mereka akan minum alkohol atau menggunakan obat-obatan lain,” kata Vilhauer, dilansir dari American Psychological Association.

Selain hubungan biologis antara penolakan sosial dan rasa sakit, ada beberapa faktor lain yang menjelaskan efek menyakitkan dari ghosting.

Baca juga: Apa Itu Self Love? 6 Cara Mencintai Diri Sendiri Menurut Psikolog

Ghosting tidak memberikan petunjuk apapun bagi korbannya. Korban ghosting benar-benar tidak tahu bagaimana ia harus bereaksi.

Kebingungan tersebut muncul dari ketidaktahuan. Ia tidak tahu alasan pasangannya pergi dan ia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Ghosting tidak hanya menyebabkan korbannya mempertanyakan validitasi hubungan yang ia jalani, tetapi juga mempertanyakan dirinya sendiri.

Mempertanyakan diri sendiri merupakan hasil dari sistem psikologis dasar untuk memantau status sosial seseorang dan menyampaikan kembali informasi itu kepada orang tersebut melalui perasaan dan harga diri.

Bagi yang sebelumnya pernah menjadi korban ghosting, penolakan sosial bisa menjadi sesuatu yang lebih menyakitkan dan mungkin membutukan waktu lebih lama untuk pulih.

Baca juga: Setahun Aktivitas di Rumah, Psikolog Nilai Ada 3 Hal yang Berubah

Apa yang harus dilakukan?

Ghosting atau silent treatment, bagi Vilhauer, merupakan sikap yang sangat kejam karena memiliki efek yang sangat negatif terhadap korbannya.

Vilhauer pun memberikan saran mengenai apa yang harus dilakukan seseorang untuk menghindari ghosting.

Dalam konteks berpasangan, Vilhauer menyarankan agar lebih hati-hati dalam memilih pasangan dan mengenali perilaku pasangan sejak awal.

“Cari ‘tanda bahaya’ itu sejak dini dalam hal bagaimana seseorang memperlakukan Anda,” ucapnya.

Namun, Vilhauer mengakui bahwa hal tersebut terkadang sulit untuk dilakukan karena tidak tahu bagaimana harus melakukannya.

Bagi yang menjadi korban ghosting, Vilhauer menyarankan agar tidak segera mencari tahu atau menghubungi pelaku.

“Ketika seseorang memilih untuk menipu Anda, itu adalah keputusan yang sangat disengaja yang mereka buat,” kata Vilhauer.

Baca juga: Anak Stres Belajar Daring? Ini Saran Psikolog untuk Mencegahnya

Pelaku ghosting telah memutuskan untuk mengakhiri hubungan, sehingga korban pun lebih baik memilih keputusan yang sama dan tidak berusaha mempertahankan hubungan.

Menurut Vilhauer, menghubungi teman atau orang terdekat yang dipercaya bisa menjadi pilihan untuk memberikan rasa nyaman di kondisi seperti ini.

Berbicara dengan orang-orang yang dipercaya akan memberikan kekuatan dan dukungan yang sangat membantu bagi korban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com