KOMPAS.com – Apa yang dirasakan ketika pasangan atau teman dekat tiba-tiba menghilang tanpa pesan, tanpa penjelasan sama sekali?
Tentu perasaan bingung dan sakit hati akan dirasakan oleh siapapun yang menjadi korban ghosting.
Ia ditinggalkan dengan beribu pertanyaan, “kesalahan apa yang telah saya perbuat?”, “apa dia akan menghubungi lagi?”, “apa saya harus mencarinya?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berujung pada keraguan terhadap diri sendiri.
Sebenarnya, ghosting bukanlah hal yang baru. Namun, dalam budaya kencan saat ini, fenomena ghosting dialami sekitar 50 persen pria dan wanita.
Terlepas dari seberapa umum fenomena ghosting, efek emosionalnya dapat menghancurkan dan merusak, apalagi bagi orang yang memiliki harga diri yang rapuh.
Baca juga: Kerumunan Suporter Bola, Solusi dari Psikolog agar Tak Rusuh
Bagi banyak orang, ghosting dapat menimbulkan perasaan tidak dihargai, dimanfaatkan, dan dibuang.
Jennice Vilhauer Ph.D, seorang psikolog yang berbasis di Los Angeles, menjelaskan mengapa menjadi korban ghosting sangat menyakitkan.
Dilansir dari Psychology Today, ghosting merupakan akhir dari silent treatment, yang sering dianggap oleh profesional kesehatan mental sebagai bentuk kekejaman emosional.
Ghosting pada dasarnya akan membuat korbannya merasa tidak berdaya karena tidak diberi kesempatan untuk tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Perilaku ghosting akan membungkam korbannya dan mencegahnya mengekspresikan emosi.
Terlepas dari tujuan sang pelaku, ghosting yang merupakan taktik interpersonal pasif-agresif dapat meninggalkan luka psikologis yang mendalam.
Baca juga: Fans Ikatan Cinta Serang Akun Instagram Istri Arya Saloka, Ini Kata Psikolog
Secara biologis, penolakan sosial mengaktifkan jalur rasa sakit yang sama di otak seperti rasa sakit fisik.
Menurut Vilhauer, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penolakan menyebabkan tingkat rasa sakit yang sama dengan yang disebabkan oleh cedera fisik.
Bahkan, Vilhauer mengatakan bahwa Tylenol, yang merupakan obat pereda nyeri dan demam, dapat membantu mengurangi rasa sakit emosional.
“Saya pikir itu menjelaskan mengapa begitu banyak orang mencoba mati rasa ketika merasakan sakit emosional, mereka akan minum alkohol atau menggunakan obat-obatan lain,” kata Vilhauer, dilansir dari American Psychological Association.
Selain hubungan biologis antara penolakan sosial dan rasa sakit, ada beberapa faktor lain yang menjelaskan efek menyakitkan dari ghosting.
Baca juga: Apa Itu Self Love? 6 Cara Mencintai Diri Sendiri Menurut Psikolog