Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Fakta Sains yang Jadi Alasan Larangan Mudik Lebaran 2021

Kompas.com - 23/04/2021, 18:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Dengan aturan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021, pemerintah melakukan pengetatan mudik mulai 22 April-5 Mei dan 18 Mei-24 Mei. Ada sejumlah fakta sains yang melandasi larangan mudik Lebaran 2021 di tengah pandemi Covid-19 ini.

Addendum atau aturan SE tentang peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah ini, juga diberlakukan selama 6-17 Mei 2021, dalam upaya pengendalian penyebaran Covid-19 selama Bulan Suci Ramadhan kali ini.

Berikut 3 fakta sains yang menjadi alasan diberlakukannya larangan mudik lebaran 2021 ini:

1. Antisipasi peningkatan mobilitas

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, larangan mudik jelas harus ditegakkan untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk.

"Arus pergerakan (mobilitas) penduduk yang masif akan meningkatkan potensi penularan kasus antardaerah pada masa sebelum dan sesudah periode larangan mudik diberlakukan," kata Wiku dalam dialog Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (22/4/2021).

Baca juga: Menkes Budi Jelaskan Alasan Pemerintah Larang Mudik Lebaran 2021

 

Menurut Wiku, semakin mendekati Hari Raya Idul Fitri, terdapat peluang peningkatan mobilitas masyarakat, baik untuk kegiatan keagamaan, keluarga, maupun pariwisata yang akan meningkatkan risiko laju penularan Covid-19.

Hal ini dikatakan Wiku berdasarkan hasil Survei Pasca Penetapan Peniadaan Mudik selama Masa Lebaran 2021 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.

Dalam survei terkait larangan mudik itu, ditemukan masih adanya sekelompok masyarakat yang hendak pergi mudik pada rentang  waktu H-7 dan H+7 pemberlakukan Peraturan Peniadaan Mudik Idul Fitri 1442 Hijriah.

Baca juga: Seberapa Efektif Larangan Mudik untuk Cegah Corona Covid-19? Ini Kata Ahli

 

2. Tekan risiko kenaikan kasus positif dan kematian

Dalam dialog KPCPEN sebelumnya pada tanggal 9 April lalu, Wiku menjelaskan jika ada masyarakat yang tetap memaksakan untuk mudik, maka akan menimbulkan penularan, yang berimplikasi terhadap peningkatan kasus infeksi dan kematian.

"Kenaikan kasus penularan itu artinya adalah nyawa. Jadi, itu adalah konsekuensi publik yang harus kita tanggung. Karena itulah, kita katakan, jangan melakukan mudik," jelas Wiku.

Dia menambahkan, semua pihak harus belajar dari pengalaman yang menunjukkan lonjakan kasus akibat mobilitas yang tinggi pada masa liburan panjang.

Contohnya adalah yang terjadi pada libur Idul Fitri tahun 2020 yang lalu, di mana mudik Lebaran 2020 menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 terjadi hingga 600 kasus setiap harinya.

Baca juga: Cegah Episenter Baru Corona, LIPI Minta Pemerintah Tegaskan Larangan Mudik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com