Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Lonjakan Kasus Covid-19 di India dan Thailand, Epidemiolog: Jangan Beri Celah Masyarakat Berpergian

Kompas.com - 22/04/2021, 19:47 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

KOMPAS.com - Setelah mencapai puncak gelombang pertama pada September 2020, angka kasus Covid-19 di India berhasil turun hingga Februari lalu.

Namun, India mencatat rekor baru dalam pandemi dengan melaporkan 314.835 kasus Covid-19 dalam sehari pada Kamis (22/4/2021).

Laporan tersebut menandai jumlah kasus harian Covid-19 tertinggi di dunia sejak pandemi dimulai pada tahun lalu. Catatan tersebut membuat layanan kesehatan di India kewalahan menangani dan menampung pasien Covid-19.

Baca juga: Menkes Budi Jelaskan Alasan Pemerintah Larang Mudik Lebaran 2021

Selain India, Thailand juga kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19. Jumlah kasus harian terkonfirmasi Covid-19 di Thailand mencapai angka 1.543 kasus. Angka ini juga tertinggi sejaka wal pandemi.

Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengingatkan Pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk belajar dari kasus kedua Negara tersebut, untuk mencegah Indonesia mengalami hal yang sama.

“India sebelumnya sempat dapat pujian karena testing bagus, prokes ketat, angka yang divaksin juga termasuk tinggi karena mereka produsen vaksin, tapi kemudian mulai relaksasi saat kampanye pemilu dan ditambah peristiwa keagamaan di sungai Gangga. Ya ambyar deh,” kata Windhu.

Larangan mudik dan ke tempat wisata

Sebab itu, Windhu sangat mendukung langkah pemerintah dan Satgas Covid-19 mengenai larangan mudik yang dimulai sejak hari ini, kamis (22/4/2021) hingga 24 Mei mendatang.

Menurutnya, untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia, sangat penting bagi pemerintah untuk bertindak tegas melarang pergerakan masyaraat menjelang hari raya Idul Fitri. Bukan hanya larangan mudik jarak jauh, tapi juga mudik aglomerasi dan dibukanya tempat wisata.

Mudik di wilayah aglomerasi juga harus dilarang, misalnya dari Jakarta mudik ke Bekasi. Selain itu tempat wisata ya harus ditutup. Virusnya kan enggak bisa membedakan mudik jarak jauh atau jarak dekat. Selama ada pergerakan ya akan ada potensi penyebaran,” jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/4/2021).

Ia menekankan jangan sampai ada kebijakan paradoksal yang membingungkan masyarakat. Mudik dilarang, tapi tempat wisata tetap dibuka. Apalagi, mengingat banyak masyarakat Indonesia yang selalu mencari kesempatan untuk berpergian.

“Misalnya pergi ke luar kota, bisa saja saat pemeriksaan bilangnya mau ke tempat wisata bukan mudik. Pemerintah harus mengantisipasi hal ini. Pokoknya tidak boleh ada celah, entah mudik atau ke tempat wisata.”

Baca juga: Seberapa Efektif Larangan Mudik untuk Cegah Corona Covid-19? Ini Kata Ahli

Ilustrasi isolasi mandiri virus corona, Covid-19Shutterstock Ilustrasi isolasi mandiri virus corona, Covid-19

Kemudian jika ada masyarakat nekat mudik melalui jalur tikus, dikatakan Windhu, pihak RT dan RW harus berani bersikap tegas. Minta para pemudik untuk melakukan karantina sebelum masuk ke rumah masing-masing. Bahkan, jika memungkinkan, jangan diterima kedatangannya.

“Kalau dipulangkan kan tidak salah, memang tidak boleh mudik. Tapi kalau tidak tega, ya minta mereka melakukan karantina dulu. Jangan lupa biaya karantina ditanggung pemudik pribadi, bukan ditanggung pemerintah daerah,” tegasnya.

Terkait soal karantina ini, Windhu juga menegaskan wajib diberlakukan untuk para pekerja migran yang pulang ke Indonesia.

Baca juga: Atalia Praratya Positif Corona, Ahli: Vaksin Cegah Gejala Parah Bukan Infeksi Covid-19

Ini adalah pelajaran penting dari lonjakan kasus Covid-19 di Thailand yang disebabkan oleh pekerja migran.

“Banyak pekerja migran, seperti para nelayan dari Myanmar yang lolos masuk ke Thailand, karena tidak ada pengawasan ketat terhadap migran. Padahal mereka terinfeksi tanpa gejala. Karena tidak ada pengawasan akhirnya menyebar cepat,” tutur Windhu.

Karena itu, sama seperti masyarakat yang nekat mudik ke daerah asal, para pekerja migran yang pulang ke Indonesia atau warga Negara asing yang masuk ke Indonesia harus menjalani karantina sebelum pulang ke rumahnya.

Meski saat ini program vaksinasi Covid-19 sudah digalakkan di Indonesia, menurut Windhu angka masyarakat yang sudah divaksinasi dosis penuh masih sangat rendah. Sehingga, belum dapat memberikan perlindungan dari pandemi.

Cara terbaik yang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat ini untuk menekan lonjakan kasus positif Covid-19 adalah dengan melakukan 5 M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas.

Baca juga: Hasil Uji Vaksin Covid-19 Sinovac di Dunia Nyata, 80 Persen Efektif Cegah Kematian

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com