Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Usai Terbitnya Buku Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang

Kompas.com - 21/04/2021, 13:00 WIB
Monika Novena,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Di balik pujian atas kemahiran dalam menorehkan tulisan, kemampuan Kartini masih dipertanyakan.

Bagaimana mungkin seorang gadis pribumi yang hanya mengenyam pendidikan tingkat sekolah dasar mampu menuangkan gagasan serta pemikiran dengan cermat seperti dalam surat-surat yang ditujukan kepada sahabatnya.

Menurut Buku Sisi Lain Kartini, kumpulan tulisan mengenai Kartini yang diterbitkan oleh Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, beberapa polemik mengenai tulisan Kartini muncul dalam berita di koran, terutama setelah terbit buku Habis Gelap Terbitlah Terang pada tahun 1911, tujuh tahun setelah Kartini meninggal.

Salah satu koran yang menulis mengenai Kartini adalah Bataviaasche Nieuwsblad. Media itu mempertanyakan apakah Kartini sendiri yang menulis semua surat-surat yang kemudian dibukukan itu.

Baca juga: Cita-cita Kartini yang Tercapai Usai Kepergiannya

J. H Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan Agama dan Industri Hindia Belanda – sahabat yang bertanggung jawab dengan terbitnya buku itu sempat menyampaikan pendapatnya yang dimuat dalam Koran de Locomotief.

Abendanon dan istrinya adalah satu dari sekian sahabat yang sering menerima surat-surat dari Kartini.

Hubungan mereka sangat dekat. Setelah Kartini meninggal Abendanon berinisiatif untuk menerbitkan surat-surat Kartini yang dikirimkan kepadanya.

Surat-surat Kartini ia ketik ulang dengan mesin ketik di rumahnya. Namun Abendanon mengatakan dengan yakin bahwa tidak ada perubahan dalam surat-surat Kartini.

“Tidak ada perubahan baik gaya maupun bahasanya, hanya perbaikan kecil saja, “ tulis Abendanon.

Kesaksian adik-adik Kartini

RA Kartini dan adik-adiknyaWIKIMEDIA COMMONS/GPL FDL RA Kartini dan adik-adiknya

Soal bagaimana Kartini berlatih menulis dengan sangat keras juga disaksikan sendiri oleh adik-adik Kartini, Kardinah dan Roekmini.

Mereka menyaksikan sendiri bagaimana aktivitas menulis Kartini yang sampai-sampai mengabaikan kondisi kesehatan dan penampilannya sendiri.

Dalam buku The Three Sisters yang ditulis oleh Kardinah, ia menuturkan Kartini begitu menjiwai semua kegiatan yang ia lakukan.

Misalnya saja saat sedang menulis, Kartini seolah lupa makan dan tidur.

Baca juga: Kisah Sitisoemandari Soeroto, Korbankan 4 Tahun Tuliskan Biografi Kartini

“Ia menulis pada meja yang pendek dan duduk di atas tikar. Kalau malam hari memakai lampu kecil, dikerumuni oleh adik-adiknya. Dekat mejanya ada tikar kecil lagi dan sebuah bantal. Hanya kalau merasa lelah, ia mau tidur sebentar. Tapi setelah kira-kira setengah jam ia akan bangun dan menuliskan tulisannya, keadaan ini berlangsung bertahun-tahun,” tulis Kardinah seperti dikutip dari Buku Kartini Sebuah Biografi.

Sementara Roekmini dalam suratnya kepada Ny. De Booy-Boissevain juga mengungkapkan hal yang senada.

“Bakyu Kartini selalu sibuk. Sehari-hari selalu kekurangan waktu, siang tidak beristirahat, malam menulis sampai jauh malam. Jam 5 pagi ia sudah memasang lampunya lagi untuk meneruskan tulisannya.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com