Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Hujan Es di Bandung, Bagaimana Bisa Terjadi?

Kompas.com - 29/03/2021, 19:29 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

KOMPAS.com - Fenomena hujan es tiba-tiba terjadi di kecamatan Cimenyan, Bandung, Minggu (28/3/2021) menjelang sore hari.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, dari citra satelit dan citra radar BMKG tampak perkembangan sel awan Cumulonimbus (Cb) di sekitar Bandung terjadi cukup cepat, dimulai sekitar jam 15.00 WIB dengan sel awan kecil dan berkembang sporadis.

Kemudian pada pukul 16.00 WIB, sel awan Cumulonimbus semakin bertambah besar, karena terjadi proses penggabungan bagian awan (coalision) dan tumbukan partikel awan (collision).

Baca juga: Waspada Peralihan Musim dari Hujan Lebat hingga Fenomena Hujan Es

Siswanto, M.Sc, Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara menjelaskan, suhu puncak awan terdeteksi mencapai lebih sekitar -70°C.

“Puncak awan dengan suhu sedingin itu, mengindikasikan tingginya awan tersebut dan kristal es yang terbentuk di bagian atas awan,” kata Siswanto kepada Kompas.com, Senin (29/3/2021).

“Apalagi, jika awan Cb super sel kemudian membentuk gugus awan Cb, sehingga menghasilkan cuaca yang cukup berdampak di area di bawahnya, termasuk hujan es,” lanjutnya.

Selanjutnya, golakan yang terjadi di dalam Awan Cumulonimbus akibat proses mikrofisika ini, bisa menghasilkan 3 fenomena cuaca lokal, yaitu:

1. Angin kencang dari dasar awan (downburst) atau jika membentuk pusaran angin disebut puting beliung,

2. Awan ini juga dapat menghasilkan hujan lebat disertai es (hail) atau tanpa disertai hail yang berasal dari gumpalan kristal es keluar dari proses golakan dan downburst tersebut.

3. Petir yang dapat dihasilkan dari loncatan listrik, karena beda potensial antar elemen beda muatan di dalam awan, antar awan dengan awan, atau antar awan dengan permukaan bumi.

Baca juga: 4 Fakta Menarik Seputar Hujan Es

Ilustrasi cuaca ekstrem, cuaca buruk, peringatan dini cuacaShutterstock Ilustrasi cuaca ekstrem, cuaca buruk, peringatan dini cuaca

Meski demikian, Siswanto menegaskan, tidak semua awan Cumulonimbus menghasilkan hail atau hujan es yang sampai ke permukaan, sebagaimana tidak semua awan Cumulonimbus menghasilkan putting beliung.

“Salah satu indikator terjadinya hujan es bisa karena suhu puncak awan yang super dingin, tapi itu juga belum tentu jatuh berupa hujan es, justru sebagian besar jatuh berupa air hujan lebat,” tutur Siswanto.

Menurutnya, hal itu sangat tergantung pada kecepatan es turun dalam awan (downdraft). Apabila terjadi gerak turun sangat cepat, besar kemungkinan turun hujan es, karena tidak sempat mencair dari proses gesekan dan golakan dalam awan.

Ia menambahkan, hujan es pada dasarnya dapat terjadi di seluruh wilayah Indonesia, karena awan Cumulonimbus (Cb) dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia pada kondisi atmosfer tertentu.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Beda dengan Salju, Begini Hujan Es Terbentuk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com