Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggundulan Hutan untuk Sawit Turun 58 Persen pada 2020, Kok Bisa?

Kompas.com - 09/03/2021, 08:03 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Hasil laporan Chain Reaction Research (CRR) mengungkapkan bahwa penggundulan hutan untuk pembukaan lahan kelapa sawit di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia, turun drastis pada 2020.

Di Indonesia, deforestasi untuk sawit bahkan mencapai titik terendah dalam tiga tahun terakhir, yakni 38.000 hektar pada 2020.

Angka ini turun 58 persen dari 90.000 hektar pada 2019 dan 49 persen dari 74.000 hektar pada 2018.

Menurut analisis CRR, salah satu penyebab dari penurunan ini adalah kebijakan pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Lapan: Berkurangnya Area Hutan Picu Banjir Kalimantan Selatan

Namun, seperti diungkapkan oleh Annisa Rahmawati selaku Advokasi Indonesia Mighty Earth, perlambatan ekonomi bukan pendorong utama karena harga minyak sawit sebagian besar berkisar dari sedang hingga tinggi di tahun 2020.

"Kami percaya bahwa pelaksanaan kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE) yang lebih baik secara kontinyu oleh perusahaan-perusahaan sawit selama beberapa tahun ini, dikombinasikan dengan serangkaian tindakan pemerintah seperti moratorium kelapa sawit dan lain-lain telah mendorong kemajuan ini," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (5/3/2021).

"Tahun ini adalah tahun keempat secara berturut-turut, angka deforestasi menurun sampai pada angka 100.000 an hektar (kurang dari seperempat dari tingkat historisnya), dan mudah-mudahan ini adalah tren jangka panjang," imbuhnya lagi.

Untuk diketahui NDPE yang berarti Nol Deforestasi, Nol Gambut, Nol Eksploitasi adalah komitmen yang diberikan oleh perusahaan untuk menciptakan produksi minyak sawit yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: Sampah Plastik Ancam Keberadaan Hutan Mangrove Jawa

Pelaku yang itu-itu saja

Meski demikian, laporan CRR tidak sepenuhnya kabar baik. Sekitar 22.000 hektar dari deforestasi Indonesia pada 2020 bisa diatribusikan pada 10 perusahaan minyak kelapa sawit saja, sementara sisanya disebabkan oleh 112 perusahaan berbeda.

10 perusahaan tersebut adalah Sulaidy, Ciliandry Anki Abadi, Bengalon Jaya Lestari, Mulia Sawit Agro Lestari (MSAL) Group, PT Permata Sawit Mandiri, IndoGunta, Jhonlin Group, Shanghai Xinjiu Chemical Co., Citra Borneo Indah Group dan Indonusa.

Mayoritas perusahaan-perusahaan ini juga termasuk dalam daftar penggundul terbesar di 2018 dan 2019 oleh CRR.

Selain itu, perusahaan-perusahaan ini juga merupakan supplier minyak sawit untuk perusahaan-perusahaan yang telah tergabung dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil atau telah memiliki kebijakan NDPE.

CRR pun menulis bahwa hal ini menunjukkan adanya kegagalan yang terjadi di pihak pembeli dengan kebijakan NDPE untuk menerapkan kebijakannya dengan baik dan risiko adanya pasar yang bocor (leakage markets).

Baca juga: Kerusakan Hutan Belum Berhenti selama Pandemi

Indonesia Mighty Earth juga sependapat. Annisa berkata bahwa sebagian besar perusahaan-perusahaan minyak sawit besar telah meningkatkan dan memperkuat pelaksanaan kebijakan mereka secara signifikan.

Namun, seperti yang ditunjukkan oleh data CRR, para perusahaan konsumen minyak sawit harus bertindak lebih cepat ketika terjadi deforestasi atau pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai pasokan mereka, dan akan lebih baik apabila bisa mencegahnya sebelum terjadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com