KOMPAS.com - Tren kesehatan, terutama diet untuk menurunkan berat badan tampak selalu menggoda untuk dicoba. Apalagi, jika beberapa orang telah mengaku berhasil menjalaninya.
Berbagai cara menurunkan berat badan, mulai dari suplemen hingga berbagai macam tips diet ‘meramaikan’ media sosial.
Namun tak jarang, alih-alih memenuhi klaim, justru hasilnya tak sesuai dan bahkan ternyata bisa berbahaya untuk kesehatan.
Baca juga: Benarkah Diet Ekstrem Bikin Kita Rentan Terinfeksi Covid-19? Ini Kata Ahli
Berikut ini adalah tiga tren diet yang harus Anda hindari demi kesehatan:
Diet ketogenik (keto) berfokus pada konsumsi makanan yang rendah karboidrat, lemak tinggi, dan cukup protein.
Menurut Jo Ann Carson, PhD, RD, ketua American Heart Association's Scientific & Clinical Education Lifelong Learning Committee, pola makan atau diet ketogenik ini mendorong tubuh menggunakan lemak untuk energi daripada karbohidrat – kondisi ini dikenal sebagai ketosis.
Diet keto itu pada awalnya dibuat sebagai pengobatan untuk epilepsi dan mungkin juga memiliki beberapa manfaat bagi penderita diabetes tipe 2.
Selebritas dan influencer media sosial seringkali menyebut diet keto sebagai cara menurunkan berat badan, meski lebih efektif sebagai strategi jangka pendek.
"Ini membantu orang menurunkan berat badan, terutama karena ketika Anda membatasi karbohidrat terlalu banyak, Anda makan lebih sedikit kalori secara keseluruhan," kata Carson.
Namun, Carson menekankan, diet ketat apa pun sulit dipertahankan dalam jangka panjang, ditambah lagi diet keto meningkatkan risiko implikasi kesehatan, seperti batu ginjal, penyakit liver, kekurangan vitamin khususnya vitamin A, C, K dan folat, sembelit, hingga tingkat lipid darah tinggi yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Diet detoksifikasi atau diet detoks dimaksudkan untuk membersihkan tubuh Anda dari racun, yang terbentuk karena terlalu banyak asupan gula atau minum alkohol.
“Meskipun diet detoks dapat menyebabkan penurunan berat badan dengan cepat, penurunan berat badan ini biasanya bersifat sementara. Karena detoks biasanya rendah protein, sebagian besar penurunan berat badan terjadi karena hilangnya berat air atau otot, kata Daniela Novotny, RD, instruktur senior ilmu biomedis di Missouri State University.
Jenis diet detoks umumnya meliputi:
- Puasa
- Mengonsumsi makanan dalam bentuk cair, seperti jus untuk "membersihkan"
- Membatasi makanan tertentu, seperti gula atau produk susu
Padahal menurut Claudia Hleap, RD, konsultan nutrisi yang berbasis di Philadelphia, Pennsylvania, hati dan ginjal sudah mengeluarkan racun dari tubuh Anda. Oleh karena itu, detoks tidak bekerja.
“Diet detoks sering kali membatasi, menempatkan Anda pada risiko kekurangan nutrisi,” kata Hleap.
Jenis diet detoks tertentu, seperti pembersihan dengan jus, juga menyebabkan lonjakan gula darah, yang bisa berbahaya bagi penderita diabetes.
Baca juga: 4 Cara Menurunkan Berat Badan yang Lebih Efektif dari Diet Ketat
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan