Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gletser Himalaya Longsor, Ilmuwan Telah Peringatkan

Kompas.com - 08/02/2021, 19:26 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com- Gletser Himalaya longsor dan mengakibatkan bencana banjir bandang mematikan di wilayah India utara. Sedikitnya 180 orang hilang dan 19 orang tewas setelah bagian gletser di pegunungan ini longsor dan jatuh ke sungai.

Gletser longsor tersebut membawa air, debu, batu yang menghancurkan meluncur ke ngarai dan menabrak bendungan.

Dikutip dari CNN, Senin (8/2/2021), banyak korban terperangkap di bawah puing-puing, serta sebagian besar pekerja dari dua proyek pembangkit listrik di distrik Chamoli Uttarakhand hilang akibat longsoran salju.

Rekaman dari bencana gletser longsor pada, Minggu (7/2/2021) menunjukkan dinding air dan batu yang bergerak cepat mengalir ke jurang sempit dan menghancurkan bendungan di proyek pembangkit listrik tenaga air yang lebih kecil sebelum melonjak ke hilir, menyapu bangunan pohon dan penduduk.

Baca juga: Gletser Himalaya Tak Dihujani Salju Baru, Ini Penyebabnya

 

Pejabat senior polisi Uttarakhand, Ashok Kumar mengatakan sekitar 2.500 orang di 13 desa terputus akibat banjir bandang susulan.

Gletser Himalaya terus mencair

Para ahli telah memperingatkan bahwa kawasan Pegunungan Himalaya secara ekologis sangat rentan terhadap banjir bandang dan tanah longsor.

Gletser Himalaya juga rentan terhadap kenaikan suhu global akibat perubahan iklim sebagai dampak dari aktivitas manusia. 

Saat es mencair, gletser menjadi tidak stabil dan semakin menyusut.

Baca juga: Gletser Himalaya Pecah Sebabkan Banjir Bandang, Ahli Salahkan Perubahan Iklim

 

Kondisi ini menyebabkan terbentuknya danau-danau glasial, sehingga saat bagian-bagian gletser di depannya pecah, maka mereka akan melepaskan air yang terperangkap di belakangnya dan menyebabkan banjir.

Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2019 telah menemukan bahwa gletser Himalaya mencair dua kali lebih cepat dari abad lalu dan kehilangan hampir setengah meter es setiap tahunnya.

Studi komperhensif dilakukan berdasarkan analisis terhadap data 40 tahun pengamatan satelit di India, China, Nepal dan Bhutan, dikutip dari Science Daily.

Analisis ini menyebutkan bahwa gletser Himalaya terus mencair setiap tahun, sejak tahun 2000. Artinya, pencairan terjadi dua kali lipat dari tahun 1975 hingga 2000.

Baca juga: Gletser Mencair, Bunga Endemik Pegunungan Alpen Terancam Punah

Ilustrasi pegunungan Himalaya dari markas Nepal.pixabay.com/chiaoyinanita Ilustrasi pegunungan Himalaya dari markas Nepal.

Studi ini telah mengindikasikan bahwa mungkin perubahan iklim telah mengikis gletser Himalaya yang berpotensi mengancam pasokan air bagi ratusan juta orang di kawasan hilir di sebagian besar Asia.

"Ini adalah gambaran paling jelas tentang mengapa seberapa cepat gletser Himalaya mencair selama selang waktu ini," kata penulis utama Joshua Maurer, kandidat Ph.D. di Columbia University's Lamont-Doherty Earth Observatory.

Gletser terpencil di pegunungan Himalaya telah menjadi subyek kontroversi, namun hanya sedikit penelitian. Para ilmuwan telah banyak mengumpulkan petunjuk tentang nasib gletser ini dari studi di darat dan luar angkasa.

Sejauh ini, tidak ada yang yakin berapa banyak gletser yang tersisa di bagian dunia ini. Dikutip dari jurnal Nature yang diterbitkan pada tahun 2010 lalu memperkirakan tersisa 12.000 hingga 15.000 gletser Himalaya dan sekitar 5.000 di Karakoram.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Gletser dan Proses Terbentuknya

 

Dari ribuan gletser, hanya 15 gletser yang telah diukur di permukaan tanah untuk melihat seberapa banyak es yang mencair dari keseluruhan gletser tersebut.

"Sangat jelas bahwa gletser Himalaya telah kehilangan massanya, dengan kehilangan yang jauh lebih besar dalam dekade terakhir dibandingkan sebelumnya," kata ahli geografi Graham Cogley dari Trent University di Peterborough, Ontario.

Dalam studi Maurer, hilangnya es di Pegunungan Himalaya mirip dengan yang terjadi di Pegunungan Alpen Eropa. Sejak suhu mulai naik lebih awal, pada tahun 1980-an, gletser di pegunungan Alpen mulai menipis dan hilangnya lapisan es terus berlanjut hingga saat ini.

Kendati gletser Himalaya tidak mencair secepat Pegunungan Alpen, namun ahli mengatakan dalam perkembangannya menunjukkann kondisi serupa.

Baca juga: Gletser Pegunungan Alpen Terancam Hilang akibat Perubahan Iklim, Kok Bisa?

Gambar gletser Himalaya tanpa lapisan salju baru. Pada bulan Januari, pegunungan Himalaya selalu diselimuti salju baru, tapi pada Januari 2021, hujan salju baru tidak turun.NASA Earth Observatory/Lauren Dauphin Gambar gletser Himalaya tanpa lapisan salju baru. Pada bulan Januari, pegunungan Himalaya selalu diselimuti salju baru, tapi pada Januari 2021, hujan salju baru tidak turun.

Studi tersebut tidak termasuk wilayah pegunungan tinggi Asia yang berdekatan seperti Pamir, Hindu Kush atau Tian Shan, tetapi studi lain menunjukkan pencairan serupa juga sedang berlangsung di sana.

Sekitar 800 juta orang bergantung sebagian pada limpasan musiman dari gletser Himalaya untuk irigasi, tenaga air, dan air minum.

Sejauh ini, percepatan pencairan tampaknya menjadi limpasan yang membengkak selama musim hangat, tetapi para ilmuwan memproyeksikan bahwa ini akan berkurang dalam beberapa dekade karena gletser kehilangan massa.

"Ini menunjukkan betapa terancamnya (Himalaya) jika perubahan iklim berlanjut dengan kecepatan yang sama dalam beberapa dekade mendatang," kata Etienne Berthier, ahli glasiologi di Laboratorium Studi Geofisika dan Oseanografi Spasial Prancis, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

Baca juga: Puncak Jaya Papua, Gletser Terakhir di Asia yang Diprediksi Punah Tahun Depan

 

Longsoran salju dan dampak iklim

Para ahli mengatakan bahwa masih terlalu dini menyimpulkan penyebab bencana gletser longsor di Pegunungan Himalaya.

Namun, bencana banjir bandang akibat gletser Himalaya longsor yang terjadi pada Minggu (7/2/2021), tak terlepas dari dampak pemanasan global.

Dr. Ankal Prakash, Direktur Riset di Institut Kebijakan Publik Bharti Sekolah Bisnis India, mengatakan ini terlihat seperti peristiwa perubahan iklim.

"Bukti prima facie yang kami lihat adalah karena penurunan glasial dan pencairan karena pemanasan global," kata Prakash, penulis laporan penting Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB tentang Lautan dan Kriosfer.

Laporan tahun 2019, kata Prakash, mendokumentasikan bagaimana perubahan iklim telah mengubah kawasan sedemikian rupa sehingga frekuensi dan besarnya bencana alam akan meningkat.

Baca juga: Antartika Mendekati Kiamat Gletser, Ilmuwan Jelaskan Penyebabnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com