Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Nipah Dibawa Kelelawar Buah, Seperti Apa Gejalanya?

Kompas.com - 02/02/2021, 18:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com- Virus Nipah telah disebut dapat berpotensi menjadi pandemi baru. Penyakit zoonosis ini kembali ditemukan oleh peneliti Thailand pada Januari lalu yang diketahui kelelawar buah sebagai reservoir virus Nipah ini.

Ancaman virus Nipah sebagai pandemi baru di masa yang akan datang, menurut Pakar mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK, harus segera diantisipasi.

Prof Tri dalam keterangan persnya mengatakan bahwa antisipasi yang diperlukan untuk mencegah virus Nipah menjadi pandemi baru adalah dengan meningkatkan surveilans epidemilogi penyakit menular.

Selain itu juga, perlunya untuk mulai melakukan penelitian dalam bidang pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit infeksi virus nipah.

Baca juga: Mengenal Virus Nipah, Ancaman Pandemi Berikutnya di Asia

 

"Pencegahan di sini termasuk pengembangan vaksin," kata Prof Tri menanggapi ancaman penyebaran virus Nipah.

Prof Tri juga menyarankan surveilans epidemiologi untuk melakukan kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan.

Selain itu, menganalisis kondisi yang dapat memengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.

"Di antaranya melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan," jelas Prof Tri.

Virus Nipah atau NiV diketahui dibawa oleh kelelawar buah yakni spesies kelelawar Pteropus.

Baca juga: [POPULER SAINS] Ancaman Virus Nipah | Suara Dentuman di Bali adalah Meteoroid

Virus Nipah yang ditemukan pada paru-paru babi di MalaysiaPeter Hooper/CSIRO/Wikimedia Virus Nipah yang ditemukan pada paru-paru babi di Malaysia

Tercatat virus ini pernah mewabah pada tahun 1999 yang ditemukan pertama kali di Malaysia dan pada tahun 2001-2004, virus ini juga muncul di Bangladesh.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat kematian dari infeksi yang diakibatkan oleh virus Nipah ini sangat tinggi, yakni mencapai antara 40-75 persen.

Lantas, bagaimana mendeteksi gejala infeksi virus Nipah?

Prof Tri mengatakan bahwa manifestasi klinis dari infeksi virus Nipah ini bisa mulai dari yang tidak bergejala, infeksi saluran nafas akut, dan infeksi otak.

"Gejalanya tidak khas, sehingga tidak mudah untuk dibedakan dengan gejala penyakit infeksi umumnya," kata Prof Tri.

Baca juga: Virus Nipah Wabah Masa Lalu, Ini Fakta Lain Kerabat Virus Corona

 

Lebih lanjut Prof Tri mengatakan selama masih adanya dinamika interaksi manusia dengan hewan dan lingkungan, maka kemunculan beberapa penyakit zoonosis masih berpotensi terjadi.

Prof Tri menyampaikan bahwa tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan manusia dengan selalu menjaga keharmonisan interaksi antara manusia, hewan dan lingkungan.

"Atau yang sering disebut sebagai pendekatan one health," imbuh Prof Tri.

Perlu diingat bahwa semua virus dari hewan dapat menular ke manusia. Lalu virus menular antar manusia dan dapat berpotensi menjadi pandemi baru, termasuk dalam hal ini virus Nipah.

Baca juga: [POPULER SAINS] Ancaman Virus Nipah | Suara Dentuman di Bali adalah Meteoroid

 

Ada begitu banyak faktor yang dapat menyebabkan suatu virus menjadi wabah. Di antaranya dari tingkat virulensi virus, cara penularan, angka mortalitas atau kematian dan mortalitas penyakit yang ditimbulkan.

Selain itu, ada faktor respons imun atau kekebalan manusia, perilaku manusia, kesiapan surveilans kesehatan hingga kesiapan sistem kesehatan untuk merawat pasien.

"Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk selalu menjaga kebersihan dan cara hidup sehat," kata Prof Tri.

Baca juga: Ancaman di Asia, 5 Fakta Virus Nipah dari Gejala hingga Penularan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com