Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mateorit Jatuh di Lampung, Apa Pengaruhnya ke Lingkungan dan Manusia?

Kompas.com - 01/02/2021, 17:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Beberapa hari lalu, tepatnya pada Kamis (28/1/2021), dentuman keras dan jatuhnya batu meteorit menghebohkan warga Dusun 5 Astomulyo, Desa Mulyodadi, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah.

Batu meteorit itu ditemukan di dapur rumah Munjilah (60), warga setempat.

Setelah beberapa hari, Kepala Dusun 5 Edi Kurniawan mengatakan, petugas Polsek setempat mendatangi rumah Munjilah untuk memperingatkan supaya batu meteorit itu disimpan dan ditutup.

"Polisi bilang supaya tidak ada keramaian, karena masih Covid-19 supaya (batu) ditutup),"  ujar Edi seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (31/1/2021).

Ternyata, penyebab yang membuat warga berbondong-bondong ke rumah Munjilah adalah batu meteorit itu dianggap memiliki tuah.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Seberapa Sering Meteorit Jatuh ke Bumi?

 

Edi mengemukakan, ada sejumlah warga yang sengaja datang untuk mengambil air rendaman batu meteorit.

"Ada warga yang bilang, batu itu direndam di akuarium, lalu air rendaman batu itu diambil, katanya berkhasiat obat,"  kata dia.

Dari keterangan warga, tak hanya meminum, masyarakat juga membalurkan air rendaman batu itu ke tubuh mereka.

Air rendaman meteorit bahayakan kesehatan

Fenomena tentang batu meteorit yang dianggap obat ini juga mengundang komentar dari seorang Astronom Amatir Indonesia Marufin Sudibyo.

"Meteorit bukan obat," tegas Marufin kepada Kompas.com, Senin (1/2/2021).

Baca juga: Meteorit Pelangi Ditemukan di Kosta Rika, Batuan Luar Angkasa Langka

Ilustrasi meteorit, meteor jatuh ke BumiShutterstock Ilustrasi meteorit, meteor jatuh ke Bumi

Dijelaskan Marufin, meteorit adalah batu yang sangat kaya akan logam khususnya besi. Maka, jika mengonsumsi air rendaman meteorit itu akan berpotensi pada berlebihnya asupan zat besi ke dalam tubuh.

"Sehingga meningkatkan risiko kerusakan hati dan otak,"  ujarnya.

Selain itu, apabila konsumsi zat besi berlebihan itu terus berlangsung, maka dalam jangka panjang risiko penyakit lain juga semakin meningkat terjadi seperti kanker usus besar, diabetes, serangan jantung hingga Alzheimer.

Marufin menyebutkan, sebenarnya praktik menganggap meteorit sebagai obat mungkin diinspirasi dari kejadian Ponari di Jombang bertahun-tahun silam.

Pada saat itu, diindikasikan batu yang digunakan Ponari adalah Fulgurit atau mineral dari pasir Silika yang terbentuk akibat hantaman kilat atau petir, dan memang berbeda dengan meteorit jatuh yang ada di Lampung baru-baru ini.

Baca juga: Ahli Buktikan, Air di Bumi Berasal dari Meteorit, Kok Bisa?

 

Namun, kata dia, ada kesamaan di antara keduanya yaitu bagaimana efektivitas pengobatan baik rendaman air batu Fulgurit ala Ponari dan batu meteorit Munjila belum diketahui, bahkan cenderung berisiko merusak kesehatan penggunanya.

Sama halnya dengan Marufin, Dosen Teknik Geologi Itera Lampung, Danni Gathot Harbowo juga mengingatkan untuk tidak menyalahgunakan meteorit jatuh yang baru ditemukan di Lampung tersebut.

"Jangan menyalahgunakan, termasuk mengonsumsi air rendaman batu. Sebab, dikhawatirkan masih adanya unsur-unsur radioaktif dari meteorit," kata Gathit melalui keterangan tertulis, Jumat (29/1/2021) malam.

Dia khawatir ada unsur-unsur asing pada meteorit tersebut yang terkena panas dan tekanan saat bergesekan dengan atmosfer. 

Baca juga: Manuskrip Kuno Turki Catat Kematian Seseorang karena Meteorit Jatuh

Black Beauty adalah meteorit Mars yang dilabeli dengan nama NWA 7533. Meteorit ini mengungkapkan peristiwa tabrakan besar di planet merah dan keberadaan air di planet tersebut yang ternyata sudah ada sejak 4,4 miliar tahun yang lalu.NASA Black Beauty adalah meteorit Mars yang dilabeli dengan nama NWA 7533. Meteorit ini mengungkapkan peristiwa tabrakan besar di planet merah dan keberadaan air di planet tersebut yang ternyata sudah ada sejak 4,4 miliar tahun yang lalu.

“Dikhawatirkan me-radioaktifkan beberapa unsur. Untuk itu kami akan teliti lebih lanjut,” kata Gathot.

Ditambahkan oleh Peneliti Observatorium Astronomi Itera Lampung (OAIL), Robiatul Muztaba juga mengingatkan bahwa meminum air rendaman batu bisa berpotensi membahayakan kesehatan.

Sebab, batu tersebut telah diteliti dan mengandung unsur logam, namun belum diketahui apakah batu tersebut juga mengandung radioaktif.

"Jika mengandung radioaktif, bisa menyebabkan kanker," ujar Robiatul.

Ia juga meminta agar warga menghentikan pemahaman dan aktivitas tersebut.

"Warga percaya ada khasiat, padahal enggak ada. Kami mengedukasi agar warga tidak mengonsumsi air itu," tegasnya.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Protein Luar Angkasa dalam Meteorit ini

 

Pengaruh meteorit ke lingkungan sekitar

Para ahli sepakat bahwa batu meteorit yang jatuh di Lampung tersebut memiliki risiko membahayakan kesehatan jika disalahgunakan dengan mengonsumsi rendaman air batu meteoit tersebut.

Meskipun, Marufin menegaskan sebenarnya keadaan jatuhnya meteorit itu adalah hal yang wajar dan tidak memiliki pengaruh apapun terhadap lingkungan dan manusia di sekitar lokasi jika terjadi dalam jumlah kecil.

"Kalau dalam jumlah sedikit massa yang kecil, sesungguhnya tak ada pengaruhnya bagi lingkungan, karena besi pada meteorit akan mudah terlarut ke lingkungan melalui proses-proses pelapukan," jelasnya.

Fenomena meteorit jatuh kemungkinan baru bisa membahayakan dan menimbulkan korban jiwa, jika terjadi dalam skala massa yang besar dan banyak.

Baca juga: 21 Tahun Ada di Bumi, Meteorit Mars Akan Dipulangkan NASA

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com