Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Berharap pada Vaksin

Kompas.com - 13/01/2021, 11:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hari ini, Rabu (13/1/2021) Pemerintah Indonesia memulai vaksinasi Covid-19. Vaksin pertama disuntikkan kepada Presiden Joko Widodo.

Vaksin yang disuntikkan kepada Jokowi adalah vaksin Sinovac yang berasal dari China. Vaksin Sinovac sudah bisa digunakan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin ini. BPOM menyatakan, vaksin buatan Sinovac ini telah lulus uji keamanan dan keampuhan.

Setelah Presiden Jokowi, vaksin akan mulai disuntikkan ke sejumlah kelompok yang menjadi prioritas. Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid - 19, ada enam kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19.

Kelompok prioritas pertama adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, TNI/Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lain. Kelompok kedua adalah tokoh masyarakat/agama, pelaku perekonomian strategis, perangkat daerah kecamatan, perangkat desa, dan perangkat rukun tetangga/rukun warga.

Sementara guru/tenaga pendidik dari PAUD/TK, SD, SMP, SMA, atau setingkat/sederajat, dan perguruan tinggi menempati urutan ketiga. Aparatur kementerian/lembaga, aparatur organisasi perangkat Pemerintah Daerah, dan anggota legislatif, menjadi proritas penerima vaksin Covid-19 urutan ke-empat.

Lalu masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi menjadi prioritas penerima vaksin virus corona urutan kelima. Prioritas terakhir ialah masyarakat sipil dan pelaku perekonomian lainnya.

Efikasi

BPOM menyatakan, efikasi atau tingkat kesembuhan vaksin Sinovac hanya 65,3 persen. Angka ini lebih rendah dari Turki dan Brasil. Sebab berdasarkan laporan, pengujian di Turki efikasinya mencapai 91,25 persen dan di Brasil 78 persen.

Kendati masih lebih rendah dibandingkan kedua negara tersebut, hasil uji klinik vaksin Sinovac Biotech Ltd ini telah memenuhi standar persyaratan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut WHO, minimal efikasi yang harus dicapai adalah 50 persen.

Menurut BPOM dari data hasil uji yang berhasil dianalisis menunjukkan, vaksin Covid-19 produksi Sinovac ini memiliki kemampuan pembentukan antibodi dalam tubuh.

Mengutip laman resmi WHO, efikasi adalah kemanjuran vaksin. Angka efikasi vaksin ini menunjukkan kemungkinan penurunan insiden penyakit dalam kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi. Oleh karena vaksinasi akan memunculkan herd immunity atau kekebalan kelompok.

Ini merupakan mekanisme penting yang melindungi komunitas yang lebih besar. Karena jika banyak orang yang kebal maka penularan penyakit akan berkurang atau hilang.

Penolakan

Meski akan mulai diterapkan, masih ada sejumlah kalangan yang menolak untuk divaksin. Alasan mereka beragam. Mulai dari soal uji klinis yang dianggap belum matang hingga meragukan keampuhan vaksin menghalau penularan virus corona. Mereka juga khawatir dengan efek samping jangka panjang yang bisa ditimbulkan.

Penolakan tak hanya datang dari masyarakat awam, namun juga dari politikus dan tenaga kesehatan. Menurut sebuah survei, sekitar 20 persen dari tenaga kesehatan di sejumlah kota di luar Jakarta menolak divaksin.

Sebanyak 30 persen tenaga kesehatan yang menolak itu menyatakan tidak yakin dengan keamanan vaksin Sinovac. 22 persen tenaga kesehatan pesimistis soal efektivitas vaksin Covid-19.

Selain itu ada 12 persen yang takut terhadap efek sampingnya. Sementara sisanya menyoal kehalalan dan keampuhan vaksin.

Semua sepakat, vaksin bukan satu-satunya obat mujarab untuk melawan pandemi Covid-19. Vaksin hanya salah satu cara untuk mengendalikan dan menghentikan pandemi.

Vaksin merupakan salah satu ikhtiar yang diharapkan bisa menjadi upaya preventif maupun mitigasi guna mencegah, memutus, atau minimal memperlambat penularan virus asal Wuhan ini.

Mampukah vaksin mengendalikan pandemi Covid-19? Mengapa masih ada sejumlah kalangan yang menolak divaksin? Lalu apa yang akan dilakukan pemerintah guna memaksimalkan vaksinasi? Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (13/1/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com