Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UNEP Desak Pemerintah Lakukan Pemulihan Hijau, Apa Pentingnya bagi Iklim Dunia?

Kompas.com - 11/12/2020, 11:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Kesenjangan perubahan iklim dan seruan pemulihan hijau semakin terus digalakkan, baik sebelum dan saat pandemi Covid-19 ini terjadi.

Banyak indikasi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemulihan hijau sangat penting dilakukan oleh semua negara di dunia untuk mengatasi kesenjangan aksi iklim.

Serta, meminimalisir dampaknya terhadap berbagai aspek lain seperti kesehatan, kesejahteraan manusia, ekosistem bahkan perekonomian.

Lantas, apa manfaat pemulihan hijau bagi iklim dunia?

Berikut 2 fakta pentingnya pemulihan hijau berdasarkan laporan terbaru United Nation Environment Programme (UNEP).

Baca juga: Gletser Pegunungan Alpen Terancam Hilang akibat Perubahan Iklim, Kok Bisa?

 

1. Pemulihan hijau turunkan emisi gas rumah kaca

Disampaikan oleh Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen, dalam laporan UNEP Emissions Gap, Rabu (9/12/2020) menunjukkan bahwa pemulihan hijau dapat mengurangi sebagian besar emisi gas rumah kaca dan membantu memperlambat perubahan iklim.

Laporan terbaru UNEP mengungkapkan, kebijakan pemulihan hijau dapat menurunkan atau memangkas hingga 25 persen dari emisi yang diperkirakan pada tahun 2030, berdasarkan kebijakan sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

Pemulihan hijau akan menempatkan emisi di tahun 2030 sebesar 44 GtCO2e, dan ini merupakan pengurangan yang signifikan dari perkiraan emisi oleh BAU 59 GtCO2e.

Baca juga: 2020 jadi Tahun Terpanas dalam Catatan Sejarah Iklim Bumi

 

Disebutkan bahwa angka ini jauh melampaui pengurangan emisi yang diperkirakan dalam Nationally Detemined Contributions (NDCs) tanpa syarat yang diproyeksikan masih membuat dunia berada pada jalur kenaikan suhu 3,2 derajat Celcius.

Terlebih lagi, jika pemulihan hijau dilakukan dan semakin banyak negara yang berkomitmen pada tujuan emisi dengan konsep net-zero, maka jelas akan ada perkembangan yang signifikan dan menggembirakan terkait penurunan emisi ini.

Sebagai informasi, pada saat penyelesaian laporam, 126 negara yang menyumbang sekitar 51 persen emisi gas rumah kaca global telah mengadopsi, mengumumkan atau sedang mempertimbangkan sasaran net-zero.

Ilustrasi perubahan iklim berdampak pada suhu di Kutub Utara yang kian menghangat. Ilmuwan menemukan dampaknya terhadap satwa liar di Arktik, salah satunya pada kawanan karibu (caribou), spesies rusa kutub di salah satu benua terdingin di Bumi.SHUTTERSTOCK/Dmitry Chulov Ilustrasi perubahan iklim berdampak pada suhu di Kutub Utara yang kian menghangat. Ilmuwan menemukan dampaknya terhadap satwa liar di Arktik, salah satunya pada kawanan karibu (caribou), spesies rusa kutub di salah satu benua terdingin di Bumi.

2. Target 2 derajat Celcius dalam Perjanjian Paris

Dalam laporan UNEP Emission Gap Report 2020 juga disebutkan, meskipun ada penurunan emisi karbon dioksida sepanjang tahun ini yang disebabkan oleh Covid-19, tetapi kenaikan suhu diperkirakan masih akan mencapai lebih dari 3 derajat Celcius pada akhir abad ini.

Hal ini juga menjadi sorotan dalam penelitian yang dilakukan.

Alhasil berdasarkan data yang dihimpun, Andersen mengatakan, jika pemerintah berinvestasi pada aksi iklim sebagai bagian dari pemulihan pandemi dan memperkuat komitmen net-zero, maka hal itu dapat membawa emisi ke tingkat yang lebih konsisten dengan target 2 derajat Celcius.

Target 2 derajat Celcius ini sesuai dengan Perjanjian Paris, yang merupakan sebuah persetujuan dalam kerangka United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) atau Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim dalam mengawal reduksi emisi kabron dioksida efektif yang mulai berlaku pada tahun 2020 ini.

Baca juga: 5 Alasan Negara Perlu Tegas Ambil Kebijakan soal Perubahan Iklim

 

Namun, tidak cukup di situ saja, para ahli menyampaikan komitmen ini diharapkan sebaiknya dapat diperkuat pada pertemuan iklim berikutnya di Glasgrow, Skotlandia pada November 2021 mendatang, agar benar-benar terlaksana sesuai dampak positifnya.

"Tahun 2020 menjadi salah satu tahun yang terhangat, sementara kebakaran hutan, badai, dan kekeringan mendatangkan malapetaka," kata Andersen dalam keterangan tertulisnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan, menggabungkan pemulihan hijau dan memasukkan komitmen net-zero melalui pembaharuan NDCs, akan membuat pemerintah negara masih dapat mencapai penurunan suhu Bumi di bawah 1,5 derajat Celcius yang lebih ambisius.

"Saya mendesak pemerintah mendukung pemulihan hijau pada tahap berikutnya dengan intervensi fiskal Covid-19 dan meningkatan ambisi iklim secara signifikan pada 2021," imbuhnya.

Prioritas fiskal juga harus mendukung teknologi dan infrastruktur tanpa emisi, serta tidak ada pembangkit batu bara baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com