KOMPAS.com - Sejak Agustus lalu, nama Josua Hutagalung (33) warga Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah viral di media sosial.
Seperti yang telah diberitakan Kompas.com sebelumnya, Josua mengaku rumahnya kejatuhan sebongkah batu meteor seberat 2,2 kilogram dan tertanam sekitar 15 cm di dalam tanah.
Pria ini kemudian menggali tanah untuk mengambilnya, saat diangkat kondisi batu masih terasa hangat dan sebagian terpecah.
Baca juga: Kisah Josua yang Viral, Rumah Tertimpa Batu yang Diduga Meteor hingga Dapat Uang Rp 200 Juta
Lalu, bagaimana batu meteor bisa jatuh ke Bumi?
Menjawab pertanyaan tersebut, astronom amatir, Marufin Sudibyo mengungkap, bahwa sebenarnya setiap hari Bumi dihujani sebanyak rata-rata 44 ton meteor dan rata-rata 17 meteor yang bisa memproduksi meteorit.
Lebih rinci Ia menjelaskan, benda langit yang masih ada di antariksa dan menempuh lintasan menuju Bumi disebut meteoroid.
“Umumnya berupa remah-remah komet, kepingan-kepingan asteroid, maupun pecahan-pecahan permukaan planet atau satelit yang terbang ke angkasa dalam peristiwa tumbukan kosmik masa silam,” ujarnya saat dihubungi Kompas Sains (19/11/2020).
Ketika meteoroid sudah memasuki atmosfer Bumi dan berpijar, maka dikenal sebagai meteor. Kemudian jika sudah tiba di paras Bumi, namanya adalah meteorit.
Dengan demikian, yang ditemukan Josua di rumahnya adalah meteorit.
Baca juga: 5 Fakta Hujan Meteor Leonid yang Hadir Sepanjang November
Meski setiap hari Bumi dihujani puluhan ton meteor dan belasan meteor yang bisa memproduksi meteorit, dua pertiga paras Bumi adalah lautan yang tak berpenghuni manusia, sementara seperempat daratan juga tak berpenghuni.
Sehingga, kata Marufin, peluang terjadinya ketampakan meteor yang bisa memproduksi meteorit dan meteoritnya bisa ditemukan manusia, menjadi kecil, hanya rata-rata satu kali kejadian per tahun.
“Secara statistik diperhitungkan setiap kilometer persegi paras Bumi mendapatkan jatuhan meteorit sekali dalam tiap 50.000 tahun,” ujar Marufin.
“Jadi kemungkinan jatuhnya meteor yang memproduksi meteorit, dalam praktiknya, kecil,” imbuhya.
Jika melihat besarnya meteorit yang ditemukan adalah 2,2 kilogram, menurut Marufin, kemungkinan ukuran meteoroidnya adalah 100 hingga 1000 kali lebih massif.
“Bergantung kepada jenis meteoritnya. Untuk meteorit karbon kondritik yang masuk ke dalam grup CM (carbonaceous chondrite), dengan massa 2,2 kg maka massa meteoroid-nya setara 2,2 ton,” pungkas Marufin.
Baca juga: Fenomena Langit November 2020: Ada Asteroid hingga Hujan Meteor Leonid
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan