Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Partai Politik Masyumi Terlibat Pemberontakan 1958?

Kompas.com - 10/11/2020, 11:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM) DR. Arif Akhyat, M.A mengatakan bahwa partai politik Masyumi kerap memberi kritik tajam di era kepemimpinan Soekarno.

Jarak politik antara Masyumi dan Soekarno yang pada akhirnya membuat sang proklamator meminta Masyumi mengundurkan diri dengan batas waktu 30 hari.

Hingga batas waktu yang ditentukan, tetap tak ada respons dari Masyumi dan akhirnya partai politik itu dibubarkan oleh Mahkamah Agung berdasar Ketetapan (Tap) Presiden tahun 1959.

Namun di sisi lain, ada sumber yang menyebutkan bahwa Masyumi mempelopori pemberontakan-pemberontakan di era Soekarno hingga akhirnya dibubarkan.

"Partai ini dilarang pada tahun 1960 oleh Presiden Sukarno karena diduga mendukung pemberontakan PRRI," tulis Wikipedia.

Lantas, benarkah partai Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI terhadap Soekarno di tahun 1958?

Baca juga: Menilik Jejak Masyumi, Partai Politik Besar yang Bubar di Era Soekarno

Bagaimana kebenarannya?

Arif mengatakan, sejarah memang memiliki banyak versi.

Memang ada sumber yang menyebut bahwa partai Masyumi terlibat dalam pemberontakan daerah-daerah di tahun 1958.

"Tetapi pembuktian secara hukum, saya belum banyak belajar tentang keputusan secara hukum ya, tapi itu banyak yang dilawan oleh anggota Masyumi. Mereka (menyebut bahwa) bukan pemberontak," kata Arif melalui sambungan telepon dengan Kompas.com, Senin (9/11/2020).

"Karena sangat berseberangan (Masyumi dan Soekarno) itulah, yang menurut saya menjadi dasar kenapa Soekarno tidak suka (Masyumi)," imbuhnya.

"Pada masanya, yang melawan Soekarno disikat, terutama karena Soekarno dekat dengan anggota militer dan dekat dengan PKI. Jadi secara militer, (Soekarno) punya kekuatan dengan Angkatan Darat dan secara politik punya kekuatan dengan PKI."

Arif menyebutkan, pembuktian serius terkait keterlibatan Masyumi dalam pemberontakan di daerah-daerah harus dikaji ulang untuk mengetahui apakah betul Masyumi terlibat.

Daerah melawan pusat

"Kalau persoalan melawan pusat dari daerah, iya," kata Arif.

Dia memberi contoh, seperti pemerintahan dan pembangunan yang hanya terpusat di Jakarta.

Arif menyebut, Soekarno membangun Monumen Nasional (Monas), masjid Istiqlal, dan lain sebagainya yang megah. Di sisi lain, pembangunan di daerah sangat minim dan miskin.

Bahkan banyak daerah di luar Pulau Jawa, terutama Jakarta masih kekurangan logistik dan jauh dari berkecukupan.

Ketika orang-orang di daerah tidak mendapat perlakuan yang adil dari pemerintah, hal ini disebut Arif wajar, jika masyarakat yang tinggal di daerah meminta haknya.

"Tapi direspons oleh Soekarno dengan pembubaran yang mencoba mengkritik," kata Arif.

Pada 1949-1959 Indonesia menjalani Demokrasi liberal.

Konsep liberalisme yang berkembang saat itu diadopsi demi dijalankannya demokrasi yang bebas di Indonesia.

Sayangnya, model demokrasi itu tak berhasil karena sangat beragamnya pandangan dan aspirasi masyarakat Indonesia saat itu.

Kardiyat Wiharyanto yang merupakan Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma (USD) menambahkan, di masa ini tidak ada partai yang mayoritas.

Hanya ada partai besar, seperti Masyumi, tetapi tidak ada yang mayoritas.

"Ini pada akhirnya membuat kabinet jatuh-bangun-jatuh-bangun," kata Kardiyat dalam wawancara dengan Kompas.com, Senin (9/11/2020).

Hal ini akhirnya membuat konstitusi tidak bisa menetapkan Undang Undang Dasar yang baru.

Dia mengatakan, karena berkaitan dengan penetapan dasar negara, di masa itu memicu kondisi negara menjadi panas yang pada akhirnya melahirkan pemberontakan.

Salah satunya adalah pemberontakan daerah yang dilakukan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).

Kardiyat menyebut, pergerakan PRRI juga banyak melibatkan tokoh Masyumi.

Baca juga: Jarang Disorot, Ini 3 Peran Penting Etnis Tionghoa dalam Sumpah Pemuda

Bagaimanapun, kebenaran terkait keterlibatan Masyumi dalam pemberontakan di daerah-daerah perlu dikaji lagi dan disertakan bukti sejarahnya.

"Saya belum yakin bahwa Masyumi adalah tokoh atau organisasi yang terlibat dalam pemberontakan (1958). Harus dibuktikan," ujar Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com