Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Dianggap Tabu, Apa Itu Disfungsi Seksual? Ini Penjelasan Ahli

Kompas.com - 31/10/2020, 20:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Mendengar kata disfungsi seksual mungkin menjadi hal yang dianggap tabu dan diremehkan untuk dibicarakan.

Berdasarkan survei di Eropa, hanya 50 persen pria yang mengetahui tanda dan gejala disfungsi ereksi, salah satu bentuk disfungsi seksual yang paling umum.

Sementara, disfungsi seksual pada perempuan dapat mencapai 40 persen dari total populasi.

Apa itu disfungsi seksual?

Departemen Medik Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSCM, Dr dr Nur Rasyid SpU(K) disfungsi seksual merupakan gangguan fisik atau psikologis yang membuat seseorang atau pasangannya kesulitan mencapai kepuasan seksual.

Baca juga: Mengenal Disfungsi Seksual, Gangguan Respons saat Berhubungan Badan

 

"Hal ini (disfungsi seksual) bisa terjadi pada pria maupun wanita," kata Nur dalam diskusi daring bertajuk Men's Health & Couple's Well being Clinic RSCM Kencana, Selasa (27/10/2020).

Disfungsi seksual pada pria sendiri dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, tetapi memiliki hubungan berbanding lurus dengan  penambahan usia.

Fungsi seksual pada dasarnya melibatkan proses yang kompleks yaitu sistem saraf, hormon, dan pembuluh darah.

Maka kelainan pada sistem ini, baik oleh penyakit, obat-obatan, gaya hidup, atau sebab lainnya, dapat mempengaruhi proses ereksi, ejakulasi, dan orgasme.

Baca juga: Istri Juga Bisa Alami Disfungsi Seksual, Kenali 5 Penyebabnya

 

Diakui Nur, pasien memang seringkali datang dalam kondisi penyakit yang sudah berat karena banyak yang masih tidak mengetahui tanda atau gejalanyanya.

Selain itu, pasien cenderung menganggap permasalah kepuasaan dalam seksualitas itu sepele dan menganggap masalah gangguan seksual tersebut tidak patut diperbincangkan.

"Masalah seksual itu sering dianggap tabu, tapi permasalahan ini harusnya ditangani dengan mutidisiplin," jelasnya.

Jika pasien datang ke dokter dalam kondisi berat, maka akan berpengaruh signifikan dalam penurunan kualitas hidup akibat kecemasan, rasa malu, rasa bersalah, dan depresi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com